Minggu, 10 Juni 2012


BAB I
PENDAHULUAN
            Pengakuan iman merupakan usaha sengaja manusia dalam menanggapi penyataan  yang Maha Kuasa di dalam eksistensi hidup manusia. Pengakuan ini muncul atas perasaan dekat, sambil melihat berbagai aspek kehidupan, sebagai suatu realitas yang tak pernah lepas dari pekerjaan yang Maha Kuasa, dan meyakini setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup adalah cirri-ciri kehadiran yang Maha Kuasa. Oleh kuasa yang adikodrati manusia tahu bahwa segala sesuatu yang bergarak digerakan oleh sumber gerak. Sehingga gejala-gejala yang yang nampak dari apa yang dilihat oleh manusia, menjadi suatu bahan perenungan bahwa oleh karena kuasa dari yang Maha Kuasalah sehingga mereka boleh menikmati akan segala sesuatu yang ada di bumi.
            Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Allah, yang dipilih secara khusus dan yang dikhususkan untuk menikmati bagaimana karya-Nya, didalam perjalanan bangsa mereka sejak mereka dari tanah perbudakan. Keterpilihan bangsa Israel ini merupakan rencana Allah yang tidak bisa di ganggu gugat, karena keterpilihan ini adalah keputusan dan kedaulatan Allah sendiri.
            Dengan pengalaman iman yang dirasakan dan dialami oleh bangsa Israel inilah maka memunculkan suatu konteks pengakuan iman yang terformulasi dari pengalaman pribadi. Pengakuan inilah yang tercantum dalam Ulangan 6:1-9 yang akan menjadi suatu kajian Historis Kritis. Oleh karena itu penulis member judul “Pengakuan Iman dalam konteks Ulangan 6:1-9





BAB II
KAJIAN HERMENEUTIK
ULANGAN 6:1-9
       I.            GAMBARAN UMUM KITAB ULANGAN
            Dalam upaya memahami lebih jauh tentang Ulangan 6:1-9 ini, maka perlu untuk menguraikan terlebih dahulu gambaran secara umum kitab Ulangan. Uraian umum kitab Ulangan ini menjadi latar belakang awal untuk memperjelas kedudukan Ulangan pasal 6:1-9 dalam kitab ini.  
            Bila membaca pasal 1, maka ketarangan awal yang diperoleh adalah, perkataan-perkataan dalam kitab ini diucapkan ketika umat Israel berada di seberang sungai Yordan. Ketika itu umat Israel berkemah di daratan Moab, kira-kira empat puluh tahun sesudah peristiwa-peristiwa besar keluaran dari Sinai.[1]
            Isi kitab ini merupakan perkataan Musa yang diucapkan beberapa saat menjelang orang Israel akan masuk ke tanah Kanaan dan hampier dekat dengan kematian Musa (Psl. 4:21-2). Kitab ini member umat Israel suatu perspektif yang luas mengenai peristiwa-peristiwa dari generasi sebelumnya.[2] Musa mengingatkan mereka akan perbuatan-perbuatan Allah yang Mahakuasa, yang telah berbuat demi kepentingan mereka. Dengan mengingat penaklukan Kanaan yang akan datang, Musa memberikan garis besar anggaran dasar yang ditetapkan Ilahi bagi teokrasi baru, yang akan didirikan di negeri perjanjian itu.[3]
Di tengah-tengah masyarakat Yahudi, kitab Taurat yang ke lima ini dikenal dengan nama (אֶלֶּה הַדְּבּרִים) ‘elleh haddebarim (inilah firman-firman) atau dalam bentuk yang lebih singkat lagi dedebarim  yang diambil dari Ulangan  1:1, kemungkinan lain mengenai judul ini ialah miesneh hattora(salinan hukum ini) yang berasal dari Ulangan 17:18, dan judul ini sering disingkat misneh. Nama dalam bahasa Indonesia  diterjemahkan dari ungkapan Yunani LXX, yaitu to deuteronomion touto (pemberian hukum kedua ini).[4]
            Kata Ulangan sendiri diartikan sebagai sesuatu yang diulangi.[5] Secara harafiah kitab ini yakni kitab Ulangan bisa diartikan sebagai kitab pengulangan atau kitab yang mengulangi. Pertanyaan yang muncul, apakah kitab ini benar-benar pengulangan? Jika benar, mengulangi bagian kitab mana dari kitab Taurat? Dan apakah keseluruhan kisi kitab ini hanya pengulangan saja? Mengenai hal ini bebrapa ahli mengemukakan pendapatnya bahwa kitab Ulangan tidak melanjutkan kisah yang tercantum dalam keempat kita lain dari Pentateukh , sebaliknya kitab Ulangan mengulang banyak bahan, baik yang berupa cerita maipun yang berupa hukum yang terkasuk dalam kitab-kitab lain.[6] Ini berarti bukanlah hukum yang baru, melainkan yang mengulang dan menguatkan hukum yang terlebih dahulu. Banyak hukum-hukum kitab perjanjian diulang kembali dalam Kitab Ulangan dengan perubahan kecil, perluasan dan motivasi tambahan.[7]
            Dari pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa nama yang diberikan bagi kitab ini yaiut Ulangan adalah sesuai dengan isi dari kitab ini, dimana kitab Ulangan  ini berisikan pengulangan dari keempat  kitab lainnya dalam Taurat. Sekalipun demikian, kitab ini tidak hanya memuat pengulangan isi yang sudah ada dari kitab Taurat lainnya saja tetapi didalamnya sudah mengalami perkembangan dan perluasan.
            Kitab Ulangan juga sering diistilahkan sebagai “naskah perjanjian” atau juga disebut sebagai kitab dokumen perjanjian. Artinya disitu bangsa Israel dipanggil untuk mewujudkan secara penuh keterpilihannya menjadi umat Allah melalui ketaatannya kepada kewajiban-kewajibannya. Hal itu tampak dalam bagian suruhan dan teguran (Ul 5-11), peraturan perjanjian (Ul 12-26), serta kutukan bagi yang salah dan berkat bagi yang benar (Ul 28).[8]
            Cirri khas dari kitab Ulangan, terletak pada pola penulisnya, dimana seperti yang telah ditulis di atas, tulisan-tulisan dalam kitab ini mencirikan kesamaan seperti sebuah dokumen perjanjaian yang dibuat oleh raja-raja terhadap daerah taklukannya pada zaman ketik itu. Selain itu juga adalah pandangannya yang monoteistis, yang dalam mengkokohkan ketinggian Allah Israel, dengan berhati- hati mengakui bahaya-bahaya yang disajikan oleh dewa-dewa kafir.[9]
            Tulisan kitab ini tidak dimulai dengan cerita sejarah purbakala maupun cerita pemanggilan nenek moyang Israel, sebab dalam kitab ini perhatiannya terpusat pada peristiwa perjanjian Sinai, hal itu diuraikan dengan menonjolkan tokoh Musa yang menyampaikan pidatonya pada akhir perjalanan pengembaraaan 40 tahun di padang gurun.[10] Senada dengan itu Wismoady Wahono, dalam tulisannya Groenen juga menulis bahwa kitab Ulangan ini tidak berisikan kisah-kisah melainkan wejangan-wejangan yang diberikan di negeri Moab, hampir dekat dengan negeri yang telah dijanjikan bagi umat Israel.[11]

    II.            LATAR BELAKANG KITAB ULANGAN 6:1-9

a.       Penulis Kitab
Dalam tradisi Yahudi dan Kristen ke-5 kitab Taurat ini dianggap merupakan hasil dari Musa seperti keempat kitab lainnya, namun dalam penelitian-penelitian selanjutnya muncul berbagai macam pandangan dan pemahaman yang berbeda-beda mengenai penulis kitab ini. Ada yang memahami bahwa Musa sebagai penulisnya dengan alasan, bahwa jiwa dan semangat Musa menggambarkan perjalanan umat Israel dan kehendak Allah yang dipaparkan dalam kitab  Ulangan. Namun tidak sedikit pula yang menentang pendapat ini. Penulis kitab Ulangan dianggap merupakan sekumpulan orang-orang dalam abad ke-7 SM yang masih sangat taat dan memelihara dengan setia perjanjian yang dibuat Allah dengan mereka, yang di kemudian hari dikenal kumpulan Deutronomist.
     Diantara beberapa penulis yang sering dikait-kaitkan sebagai penulis kitab ini, Musa dan sumber D yang mendapat perhatian atau dengan kata lain salah satu diantara kedua nama inilah yang dianggap sebagai penulisnya.
     Namun pada kesimpulannya mengenai penulis dari kitab ini, dapat dikatakan bahwa memang Musa adalah penulis dari kitab ini, namun ketika pada zaman selanjutnya naskah-naskah yang ada di salin oleh sekolompok orang yang menamakan diri sebagai sumber D, sehingga sampai sekarang dapat disepakati bahwa kitab ini ditulis oleh sumber D.
b.      Sasaran Penulisan
Dalam kitab Ulangan seruan ini ditujukan kepada kaum Israel sebagai umat yang telah diikat perjanjian dengan Allah seperti yang tertulis dalam pendahuluan dari kitab ini Ul 1:1 “inilah perkataan yang diucapkan Musa kepada seluruh bangsa Israel”… Umat Israel yang menjadi sasaran seruan Musa ini adalah merupakan generasi-generasi baru. Sebab, ketika umat Israel di tanah Moab seberang sungai Yordan, generasi tua mengalami langsung peristiwa keluaran dari Mesir hanya tertinggal 3 orang saja yaitu Musa, Yosua yang diangkat oleh Allah untuk menggantikan kepemimpinan Musa dan juga Kaleb bin Yefune. Dalam Ulangan, syarat dan peraturan perjanjian di Sinai disertai peringatan-peringatan apabilah Israel melanggar atau tidak mematuhinya, maka mereka akan terkena hukuman berat.[12] Kitab ini ditujukan kepada bangsa Israel keseluruhan, bukan kepada Yehuda;Sion atau garis keturunan Daud saja.[13] Walaupun seruan ini ditujukan kepada umat Israek sebelum mereka memasuki tanah Kanaan, namun sebenarnya kitab ini ditulis dan dimaksudkan bagi seluruh umat Israel di tanah Kanaan, secara khusus pada zaman raja Manasye, Yosia (abad ke-7).
c.       Maksud dan tujuan Penulisan
                 Pesan-pesan yang diberikan oleh Musa ini, ditujukan kepada umat Israel dalam usaha untuk mempersiapkan iman dan kepercayaan umat Israel sebelum masuk ke tanah Kanaan. Agar di tanah itu mereka senantiasa menjaga identitas mereka sebagai umat pilihan Allah. Sebab, sekalipun bangsa Israel merupakan bangsa pilihan Allah, tidak serta merta keyakinan mereka kepada Allah serta kehidupan merek seringkali ditemui, adanya ketidak mampuan untuk bertahan dalam iman dan keyakinan kepada Allah, karena banyak tercatat peristiwa-peristiwa  dimana umat Israel  dalam perjalaan keluar dari Mesir ke tanah Kanaan malah meragukan kemahakuasaan-Nya dan justru jatuh dalam penyembahan berhala seperti yang tercatat dalam Keluaran 32:1-34:35.
                 Sebagai pemimpin umat Israel selama dalam perjalanan keluar dari Mesir hampir 40 haun lamanya, seperti sangat beralasan jika Musa mengetahu betul sikap dan perilaku umat Israel dan sejauh mana keimanan uamat Israel kepada Alah. Sehingga kemungkinan ini merupakan  alasan mengapa uam mengambil kesempatana untuk mengajak dan memberikan nasehat serta mengingatkan agar umat sebagai umat pilihan-Nya dengan setia melakukan apa yang dikehendaki Allah  sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya dengan Allah dengan mereka di Sinai.
                 Pada perkembangannya, umat Israel terpengaruh dengan kepercayaan bangsa-bangsa di sekitar mereka, bahkan jatuh dalam penyembahan berhala dan sinkretisme, seperti yang terjadi pada zaman raja Manasye ( Raja.21). dalam upaya yang sama seperti yang dilakukan Musa, sumber Deuteronomist dalam Ulangan 6 mengajak dan menasehati umat untuk tetap setia kepad allah sesuai janji yang telah dibuat antara Allah dengan nenek moyang mereka, dengan maksud dan tujuan untuk meneguhkan iman umat agar tidak jatuh dalam disa dan terpengaruh  pada penyembahan berhala seperti yang dilakukakan oleh bangsa-bangsa di sekitar Israel. Dan mengingatkan bahwa Allah-lah yang telah membawa nenek moyang mereka keluar dari tanah perbudakan, dan menuntun dalam perjalanan di padang gurun  untuk menuju ke tanah perjanjian. Dengan mengingatkan umat Israel agar tidak jatuh dalam penyembahan berhala berarti tujuan dan maksud lainnya adalah upaya menghindarkan umat dari hukuman sebagaimana yang ada dalam perjanjian bila mereka tidak mematuhinya.

d.      Waktu dan tempat penulisan
     Sama seperti perbedaan pendapat tentang penulisnya, waktu penulisan kitab ini juga timbul perbedaan diantara para ahli. Namun secara umum penetapan waktu penulisan dimulai pada abad ke-8 sehingga ada pula yang menarik waktu penulisan dimulai pada abad ke-7SM.
     Sejarah penulisan kitab ini dumulai ketika bait Allah di Yerusalem diperbaiki, sebuh gulungan kitab ditemukan  dari sana(2 Raja.22). para ahli umumnya sependapat bahwa kitab Taurat itu adalah kitab yang menjadi asal-usl Ulangan yang sekarang.  Kitab itu sendiri sudah disusun sebelum 621SM. Slah satu isi pokok ‘kitab Taurat’ itu adalah pemutusan ibadah bangsa Isarel pada tempat suci saja, dan perintah semacam itu pertama kali dikeluarkan oleh raja Hizkia  pada akhir abad ke-8SM. Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa kitab Taurat itu baru mulai ditulis pada tahun 700 SM. [14] Senada dengan penguraian di atas W. Browning juga menuliskan, penghimpunan tulisan ini telah dientukan berasal dari abad ke-7SM.[15] Demikian pula Hill yang menulis bahwa baik teori hipotesis dokumen yang merupakan pandangan bahwa Pentateukh disusun dengan memakai beberapa dokumen, dan teori Deuteronomistic history, menentukan tanggal penulisan kitab Ulangan pada bagian akhir abad ke-7SM[16]
                 Oleh karena itu, dengan melihat pendapat para ahli dalam bagian ini maka dapat ditarik suatu kesimpulan dari penulisan kitab ini pada abad ke-7SM, karena menurut gambaran situasi pada abad ke-7 ini sangat jelas tergambar dalam Ulangan terutama tentang kemerosotan agama dalam kehidupan umat Israel.

e.       Situasi Penulisan
                 Isi dalam kitab Ulangan ini, menguraikan perkataan-perkataan yang disampaikan oleh Musa dalam situasi umat Israel akan memasuki tanah Kanaan. Ketika itu umat sementara dipersiapkan untuk memasuki dan menduduki daerah-daerah Kanaan. Ia juga memberikan pesan kepda umat yang akan memasuki tanah Kanaan ini agar sebagai umat pilihan Allah tetap menjaga perjanjian dengan Allah, serta senantiasa memelihara hukum dan ketetapan yang telah disampaikan kepada mereka. Karena dengan itu berkat-Nya akan tercurah namun sebaliknya hukuman akan berlaku bila melanggar perjanjian itu.
                 Sementara situasi atau konteks yang mempengaruhi penulisan kitab ini akan penulisan dalam beberapa uraian dalam beberapa bagian yaitu: situasi keagamaan, ekonomi,dan politik.  Situasi-situasi penulisan di atas sangat penting untuk diuraikan, karena itu akan memperjelas keadaan serta pengaruhnya dalam pemunculan tulisan ini.
                        i.            Situasi keagamaan
Ada dua raja yang terkenal yang memerintah Israel pada abad ke-7SM, yakni raja Manasye dan raja Yosia. Kedua pemimpin itu hidup pada waktu yang berbeda namun mereka berada pada satu garis keturunan yang sama. Yosia adalah cucu dari raja Manasye. Sekalipun satu garis keturunan namun dalam masa kepemimpinan mereka, keduanya mempunyai kebijakan yang berbeda-beda dan sangat bertolak belakang. Dalam bidang keagamaan, Manasye anak Hizkia dikenal sebagai raja yang jahat.
                 Dalam pemerintahan hidup keagamaan merosot karena penindasan oleh Asyur dan godaan dari agamanya. Akibatnya timbul sinkretisme dengan penyembahan Baal. Kebaktian terhadap Aserte di bukit-bukit pengorbana, ibadah terhadap bintang-bintang, dengan spiritisme (berhubungan dengan roh) dan ilmu ramal.[17]
                 Dalam masa kepemimpinan ia justru mendorong bangsa untuk menyembah baal, melakukan persundalan suci dan yang merupakan kekejian pada waktu itu pengorbanan anak-anak menjadi satu ritus yang biasa (2Raja.21:2-7).
                 Situasi keagamaan ketika itu memang sangat memprihatinkan, ketika masa kepemimpinan itu berada di tampuk pemerintahan raja Manasye yang justur membuka peluang kepada penyelewengan keagamaan di samping pengaruh agama-agama di Kanaan yang begitu kuat. Umat Isarel yang telah berjanji hanya akan menyembah TUHAN Allah yang Esa, malah mengawinkan Tuhan dengan dewa-dewi sesembahan Kanaan.
                 Jauh berbeda dengan zaman raja Yosia memimpin. Ia dikenal  sebagai raja Isarel yang sangat taat dan takut akan TUHAN. Dalam masa kepemimpinannya semua sinagoge pedesaan dihancurkan, dan Yerusalem sendiri dinyatakan sebagai tempat pemujaan Allah, hukum kitab Ulangan dinyatakan menjadi undang-undang Negara (622/621)[18]
                 Douglas menulis, raja Yosia tidak hanya memusnahkan semua bukit pengorbanan (bamot) di Yehuda dan Benyamin, semangat reformasinya mendorong dia juga menjelajahi Efraim, Benyamin bahkan sampai ke Utara Naftali dan Galilea. Di mana saja dimusnahkan sarana ibadahkafir (2 Raja 23:19-20; Taw 34:6-7) dan memberlakukan kembali perayaan paskah.[19] Sayangnya, pemerintahan raja yang takut akan Tuhan ini tidak bertahan lama karena ia terbunuh dalam peperangan di Megido (609SM)[20]
     Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kemunculan tulisan-tulisan Deuteronomist dipengaruhi keadaan keagamaan Israel, dimana mereka telah jatuh  dalam sinkretisme. Untuk itulah seruan-seruan yang disampaikan oleh Musa kepada nenek moyang Israel disuarakan kembali oleh para Deuteronom dalam bentuk tulisan-tulisan itu sehingga pada zaman Yosia situasi keagamaan menjadi lebih baik.
                      ii.            Situasi ekonomi
Memperhatikan situasi keagamaan di atas, pengaru kekuasaan Asyur sangat besar. Tidak berbeda dengan situasi keagamaan yang mengalami kemerosotan atau bisa dikatakan terpuruk, situasi ekonomi  kerajaan Yehuda secara khusus di bawah pemerintahan Manasye  sebagai raja taklukan Asyur juga tidak begitu baik. Asyur tidak hanya harus mengharuskan Yehuda menyembah baal sembahan mereka, tetap juga diwajibkan membayar upeti yang sangat besar.
Weber menguraikan bahwa, ketika Samaria memberontak lalu ditaklukan oleh bangsa Asyur  pada tahun 722 SM. Dan mengalami kehancuran, kerajaan Israel Selatan Yehuda  bisa selamat  dari kehancuran itu. Namun mereka harus mengakui kekuasaan Asyur dan membayar upeti yang sangat  besar.[21] Dalam kejayaan Asyur dan Manasye, kekuasaaan nyata atas produksi dan perdagangan ada pada tuan-tuan local.[22]
                 Suasan jadi terasa berbeda dalam pemerintahan raja Yosia, sebab pada masa ini kekuasaan Asyur dan pengaruhnya kian melemah. Kesempatan ini digunakan oleh Yosia untuk menegakan kembali kedaulatan Yehuda sebagai Negara berdaulat.[23] Kemunduran kekuasaan Asyur terhadap Yehuda, tentu berpengaruh dalam bidang ekonomi. Upeti yang besar tidak lagi menjadi beban, disamping itu Yosia memberlakukan kembali hukum-hukum yang dulunya tidak diberlakukan, salah satu contoh yaitu hukum yang mengatur tentang hutang dengan bunga besar, yang sering kali terjadi sewaktu Manasye memimpin dan memberatkan kaum miskin. Secara umum, situasi ekonomi pada masa Yosia memimpin lebih baik.
                    iii.            Situasi social dan politik
Secara politik, dalam masa antara abad 800-600SM, bangsa Asyur adalah suatu bangsa yang sangat kuat. Setiap raja di Israel melaksanakan politik luar negerinya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mengenai kejadian-kejadian yang berlangsung di Asyur.[24]
     Di Yehuda , Asyur berpolitik dengan membuat wangsa Daud  tetap melemah dengan menimbulkan persaingan antar kelompok politik dan menghalangi tiap partai besar yang juga para pemilik tanah untuk dekat tahta. Sementara Manasye, budak yang setia kepada Asyur mencari dukungan orang-orang saleh dan sheik-sheik local untuk melawan tokoh-tokoh terkemuka serta mengundang para pedagang dengan kultus merek ke pesisir dalam kerajaan.[25]
                 Perubana situasi politik terjadi ketika Yosia menjadi raja atas Yehuda, dan seiring dengan kekuasaan Asyur merosot. Yosia mengikuti contoh Hizkia untuk menegaskan kembali hak-hak istimewa kerajaanm sehingga membebaskan dirinya dari cengkraman pengawas dan para tokoh terkemuka.[26] Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perubahan situasi politik ketika itu dimana kekuatan kerajaan Asyur mulai melemah, justru menjadi hal yang menguntungkan bagi umat Israel dibawah pimpinan Yosia, keadaan ini tentu juga mempengaruhi keadaan social politiknya menjadi lebih baik dibawah kendali raja.

f.       Kaitan pasal Sebelum dan sesudah
                 Dalam Alkitab, disetiap kitabnya  tidak hanya terdiri dari satu pasal saja. Ada beberapa pasal yang tertulis, yang saling berhubungan. Demikian pula dengan kitab Ulangan ada 34 pasal yang bisa ditemui di sana.  Dalam Alkitab ada pula pas ayang berdiri sendiri karena isinya tidak berkaitan dengan bagian sebelumnya maupun sesudahnya, namun ada pula yang berkaitan baik sebelun dan sesudahnya. Ulangan pasal 6:-19 ini nampaknya tidak berdiri sendiri, karena isi pasal sebelumnya secara tidak langsung berkaitan demikian bagian sesudahnya juga berkaitan dengan bagian sebelumnya.
Kaitan degan Pasal sebelum
Bagian sebelumnya yaitu, ulangan 5:1-21 hampir sama isinya dengan Ulangan 6:1-25 karena di dalamnya merupakan pemberian ketetapan dan peraturan oleh Tuhan melalui Musa kepada umat Israel. Didalamnya berisikan seupuluh hukum yang merupakan inti dari Hukum Taurat dan dasar perjanjian Allah dengan Israel. Perintah itu merangkumkan kewajiban-kewajiban keagamaan dan keadilan social orang Israel. [27] Tujuannya adalah untuk mengatur kehidupan umat Israel dalam hubungannya dengan sesama, serta mengajak umat untuk setia pada ketetapan dan perintah yang telah diberikan.
Hanya dalam ayat 22-23 didalamnya diceritakan suatu masa di mana umat Israel takut menghadap Tuhan, dan Musalah yang menjadi perantara bagi mereka. Di sini umat Israel diingatkan untuk berlaku takut akan Tuhan dan setia melksanakan peraturan yang telah diberikan dan menjadi berkat bila mereka senantiasa melaksanakan sesuai dengan kehendak-Nya.
     Ketetapan dan perintah dalam pasal 5 ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan bagian sesudahnya, sebab serangkaian cerita dengan bagian yang menjadi bahan tafisran yang akan ditafsirkan.
Kaitan dengan bagian sesudah.
                 Kaitan dengan bagian sesudah dari bagian yang akan ditafsir, merupakan satu bagian yang utuh karena cerita ini merupakan satu cerita yang berada pada satu kesatuan yang menceritakan mengenai khotbah kedua dari Musa,

g.      Bentuk sastra
Dilihat dari bentuknya, Ulangan 6:1-9 ini merupakan sebuah karya sastra. Berbentuk pidato. Pidato merupakan ucapan yang tersusun baik yang dutujukan kepada orang atau banyak orang. Guthire menuliskan bahwa Ulangan berisi pidato-pidati Musa pada bulan-bulan terakhir  dari hidupnya yang ditunjukan kepada orang Israel.
Namun, secara umum dalam bentuknya kunonya, tulisan dalam kitab ini mirip dengan pakta raja bawahan di Timur kuno.

 III.            EKESEGES TERHADAP ULANGAN 6:1-9
a)      Pembagian pokok-pokok pikiran
Ø  Ayat 1-2               : Pendahuluan
Ø  Ayat 3                  : Perintah untuk dilakukan dengan setia, agar menjadi baik                                    dan menjadi banyak di suatu negeri
Ø  Ayat 4                  :TUHAN itu Allah kita yang Esa
Ø  Ayat 5                  : Kasih kepada Allah
Ø  Ayat 6-7               : Perintah untuk mengajarkan dan untuk membicarakannya                                  dimanapun berada
Ø  Ayat 8-9               : Harus menjadi tanda dan lambang dan menuliskannya
b)     Uraian tafsiran
Ø  Ayat 1-2               : Pendahuluan
                       Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang Aku ajarkan kepadamu atas pertintah Tuhan, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, kemana kamu pergi untuk mendudukinya. Supaya umur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan Tuhan Allahmu dan berpegang pada segala ketetapan dan perintahNya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu
                      Pada bagian pendahuluan ini Von Rad membagi ayat 1 bersama dengan dua ayat selanjutnya kedalam kesatuan pokok pikiran, dimana menurutnya, laporan dalam bagian dimulai dengan memanggil rang Israel untuk mendengarkan anggaran dasar/undang-undang yang diberikan oleh Musa, selain itu bagian ini menunjukan dalam karya penyelamatan Allah, Musa berada pada posisi antara Tuhan Allah dengan Israel untuk menyampaikan pesan/ perkataan Allah bagi mereka. [28] Pada bagian awal ayat 1 diawali dengan kata perintah yang merupakan suatu kata kerja yang dapat dijabarkan, karena kata ini merupakan suatu kata yang lazim yang berkaitan suatu tujuan perkataan Allah yang mengandung amanat untuk disampaikan kepada bangsa Israel.  Kata “perintah” adalah salah satu kunci dalam ayat-ayat ini. Perintah biasa diartikan sebagai:
1.      Perkataan yang bermaksud mnyuruh melakukan sesuatu; sesuatu yang harus dilakukan
2.      Aba-aba komando
3.      Aturan dari pihak atas yang harus dilakukkan [29]
                      Kata perintah dalam bahasa Ibrani adalah miƒwâ (hw"c.mi kata benda feminine tunggal absolute), kata ini merupakan suatu penekanan untuk menjelaskan untuk bagian selanjutnya bahwa ini memang benar-benar perintah yang disampaikan Allah lewat Musa untuk bangsa Israel. Selanjutnya kata perintah diterangkan sebagai ketetapan. Kata “ketetapan” berarti :
1.      Hal (keadaan) tetap, ketentuan, kepastian
2.      Keteguhan (hati, niat dan sebagainya)[30]
                      Kata ketetapan dalam bahasa Ibrani µœq (qxo kata benda maskulin jamak absolut). Namun dalama terjemahan aslinya dan jika dibandingkan dengan terjemahan dari KJV (King James Version) kata µœq) bukan diterangkan sebagai ketetapan tapi lebih diterangkan sebagai anggran dasar. Anggaran dasar merupakan suatu peraturan yang paling mendasar yang ada dalam suatu organisasi atau instansi.  Namun kata ini diterangkan sebagai suatu ketetapan yang mungkin jika diparalelkan maka akan menemukan suatu tujuan yang sama yaitu, sebagai suatu ketetapan dasar.
                      Selanjutnya yang perpadanan dengan kata ketatapan adalah kata peraturan. Kata peraturan berarti: peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berkuasa untuk mengatur sesuatu.[31] Kata ketetapan dalam bahasa Ibrani mishp¹‰ (jP'v.mi kata benda maskulin jamak absolut). Kata ini diterangkan sebagai peraturan.
          “Inilah perintah” menunjukan bahwa apa yang Musa sampaikan bukanlah kemauannya sendiri atau tindakan sebagai penguasa yang memerintah, atau memeperalat untuk mencuri pemerintahan Allah, namun kata ini menerangkan bahwa suatu aturan dan suruhan yang berasal dari YHWH untuk dilakukan. Selain itu perintah diberikan untuk meneguhkan hubungan yang sudah dibangun oleh YHWH. Selain itu Perintah menolong untuk merumuskan hubungan diantara umat satu dengan yang lain.
          Perintah yakni ketetapan dan peraturan, merupakan suatu keharusan untuk disampaikan kepada bangsa Israel lewat Musa sebagai perantara, karena ini merupakan perintah yang memang disengajakan oleh Allah untuk memperbaharui kehidupan orang Israel. Oleh karena itu perintah yang disampaikan ini bersifat dinamis sebagai suatu hukum yang akan membawa kepada pembaharuan yang lebih baik, karena hukum ini berbeda. Hukum ini berbeda dari yang lain, bukan karena tempat penyampaian hukum ini berbeda tempat dengan tempat yang lainnya, tapi hukum ini berbeda karena dibalik hukum mengandung janji dan pengharapan. Pengharapan dalam janji ini bukan sembarangan jani yang memberikan harapan palsu/semu melainkan janji yang sudah diikat dalam suatu perjanjian dengan bapa leluhur mereka. Janji yang luhur berada di balik hukum yang menciptakan pengharapan yang bersyarat. Syarat-syarat inilah yang akan menghentar bangsa Isarel kepada suatu janji dalam perjanjian yang kekal. Janji dan pengharapan itu menyangkut umur yang lanjut, yang bagi orang Israel adalah salah satu dimensi soteria/ keselamatan, yang menyangkut eksistensi hidup manusia. Janji yang terikat kepada perjanjian berlaku bagi esksistensi bangsa atau umat yang mengaku percaya, kepada Tuhan Allah yang mereka sembah dan muliakan. Demikian halnya ketetapan dan peraturan ini merupakan suatu perintah yang menjangkau pribadi dari umat Israel keluarga dan masyarakat. Selanjutnya jangkauan ini meliputi suatu kurun waktu yang panjang.
          Perintah yang berlangsung seumur hidup, atau selama hidup, sekiranya dapat diuraikan bahwa hukum atau ketetapan atau perintah dapat dilakukan setiap, detik, jam, hari dan seterusnya. Ini berarti peraturan yang tidak ada batasan waktu seperti yang ada pada uraian diatas. Perintah yang diperintahkan lewat Musa bukan hanya berlaku bagi mereka yang mendengar pada waktu itu melainkan harus diteruskan sampai kepada anak cucu, sebagai suatu usaha adanya kontinuitas dalam menjalankan segala perintah yang disampaikan Tuhan Allah lewat Musa kepada bangsa Israel.
          Perintah yang disampaikan kepada anak cucu agar suapaya mereka “takut akan Tuhan ”. Takut akan Tuhan merupakan ungkapan yang sering ditemukan dalam Perjanjian Lama yang menunjuk pada uman, harap dan kasih pada Tuhan Allah. Takut disini adalah takut yang konstruktif dan bukan destruktif. Tujuan utama dari peraturan yang ditetapkan bagi bangsa Israel adalah membangun umat beragama, yang cirri khasnya  dapat dikenal dari takut akan Tuhan, yang menjamin  kudusnya ibadah mereka kepada-Nya dan kesetiaan mereka kepada kehendak-Nya.[32] Ketetapan dan peraturan ini diberikan sesuai dengan yang dijanjikan dalam Ulangan 5:31, ketepan dan peraturan ini untuk diajarkan kepada bangsa Israel agar mereka boleh tetap hidup dan boleh menduduki tanah yang dijanjikan oleh Tuhan Allah. Sebab Tuhan telah memusnakhan semua yang mengikuti atau menyembah Baal  (bnd Ul 4:1-3). Agar bangsa Israel takut kepada Tuhan selama hidup di muka bumi dan mau mengajarkan hal ketetapan dan peraturan itu kepada anak-anak mereka (bnd Ul 4:10). Dan juga untuk menanamkan kepada bangsa Israel suatu penanaman kepercayaan yang benar dan ketetapan yang diwajibkan kepada kehendak YHWH, merupakan tujuan dalam bagian ini.[33]

Ø  Ayat 3                  : Perintah untuk dilakukan dengan setia, agar menjadi baik                                    dan menjadi banyak di suatu negeri.
Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah  itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan  TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya
                      Dibalik ayat ini tergambarlah akan tindakan-tindakan bangsa Israel sebagai umat pilihan Tuhan yang senantiasa tidak dengar-dengaran, angkuh dan mau membelakangi Tuhan Allah. Hal  ini dapat dilihat di dalam ungkapan-ungkapan  “dengarlah…” lakukanlah itu degan steia supaya baik keadaanmu.
                      “Supaya kamu menjadi sangat banyak…” ungkapan ini menunjukan bahwa untuk memasuki tanah perjanjian mungkin bangsa Israel tinggal sedikit jumlah mereka karena mungkin sudah meinggal di perjalanan sebab sakiy atau akibat berperang dengan bangsa-bangsa lain.
                      “dijanjikan Tuhan Allah nenek moyangmu”. Nenek moyang dalam bahasa Yunani artinya ayah sebuah keturunan, bapa bangsa. Dalam bahasa percakapan yang biasa Abraham, Ishak dan Yakub disebut nenek moyang, dan dalam arti luas adalah ke sepuluh nenek moyang yang dimulai dari Adam sampai Nuh (Kejadian 5). Kemudian ke sepuluh nenek moyang sejak Nuh sampai Abraham (Pasal 11:10-26).
                      Fakta yang menentukan hidup religious Israel telah tumbuh  dari benihnya sejak timbulnya nenek moyang; pemilihan, pemujaan YHWH, Wahyu, pemberian tanah (Kejadian 12-50). Sebagai alat penghubung antara nenek moyang bangsa Israel terutama adalah pemujaan Allah yang sama. Soal itu memegang peranan besar sekali (Kejadian 13:14 ). YHWH adalah Allah para Bapa  (Kejadian 3:6) yang menjanjikan mereka sesuatu keturunan besar yang memiliki tanah Kanaan.[34]
                      Kata perjanjian dalam bahasa Ibraninya adalah berith dengan mana orang bermaksud menyatakan hakekat kemasyarakatan dan hakekat hukum dari suatu perjanjian. Perjanjian diatur dengan pengukuhan yang umumnya dilakukan dengan sumpah (Ulangan 29;11) dan ikatan perjanjian, dan ikatan perjanjian dengan jaminan orang memanggil Allah. Perjanjian menuntut kesetiaan hesed dan mematahkan janji adalah suatu pelanggaran terhadap Tuhan, yang akan mendatangkan kutuk sesuai dengan yang telah diucapkan di dalam pengukuhan perjanjian[35]
                      Ungkapan ini menunjukan bahwa perjanjian Tuhan Allah dengan umat Israel berlangsung secara terus menerus disana YHWH menjadi Allah mereka dan keturunan mereka (bnd, Kejadian 17:7). Ini berarti sejak Abraham sampai Musa janji itu masih tetap diberikan oleh YHWH. Janji itu adalah mengenai diberikannya suatu negeri yang berlimpah susu dan madunya, suatu negeri yang luas, serta tanahnya yang subur yang dapat memberikan kemakmuran bagi bangsa Israel dibandingkan pada waktu mereka berada dalam perbudakan di Mesir; kota-kota besar dan baik yang kamu dirikan, rumah-rumah penuh berisi berbagai-bagai barang baik yang tidak kamu isi, sumur-sumur yang tidak kamu gali, kebun-kebun anggur dan kebun-kebun Zaitun yang kamu tidak Tanami (ayat 10b-11). 
                     
Ø  Ayat 4                  :TUHAN itu Allah kita yang Esa
“Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!”
                      Pada ayat 4 diawali dengan kata “dengarlah”  kata ini dipakai pada ayat yang ke-3 Kata dengarlah dalam bahasa Ibrani (shema`) dari kata dasar  (sh¹ma`) yang berarti dengar tapi juga mematuhi. Kalimat “Dengarlah, hai orang Israel…”ungkapan ini kerap kali muncul dalam  kitab Ulangan dan termasuk gaya otoritas yang khas dalam kitab tersebut.[36]
                      Hal ini menunjukan suatu tanda awal yang merupakan seruan kepada ketaatan dari pihak bangsa-bangsa. Ungkapan ini juga mungkin merupakan suatu panggilan yang dipergunakan oleh kaum Lewi dalam pelajaran Hukum. Dengan ungkapan itu dituntut perhatian yaitu pada waktu hendak memulaikan penjelasan tentang hukum taurat. Panggilan itu diserukan agar supaya umat Israel mendengarkan, memperhatikan dan perlunya untuk menaati perintah Tuhan Allah.
                      “Tuhan itu Allah kita” adalah merupakan ungkapan Musa kepada bangsa Israel untuk meyakinkan mereka bahwa Tuhan Allah adalah milik mereka bersama. Allah telah memperlihatkan kepada mereka kemuliaan dan kebesaran-Nya, dan suaranya telah kita dengar dari tengah-tengah api (bnd Ulangan 5:24).
Kata TUHAN dalam bahasa Ibrani ditulis YHWH. Sebab tulisan ibrani yang tua tidak memakai huruf hidup yang disebut “tetragammaton”[37], maka ada yang menyebutnya Yehowa. Keempat huruf itu selalu ditulis dalam naskah-naskah Alkitab, walaupun dilarang untuk diucapkan. Nama itu, oleh karena itu diganti dengan kata Adonay (atinya Tuhan), yang dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan “Kyrios” yang artinya Tuhan.
Nama YHWH ini kira-kira 6700 kali disebutkan dalam Perjanjian Lama.[38]
                      Dengan nama ini Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai sekutu Israel. Sebagai sekutu Israel Tuhan Allah adalah yang setia, yang memenuhi segala janji-Nya (Keluaran 3:15-17).[39]
                      Menurutu Gerard von Rad ayat ini merupakan pengakuan yang diperhadapkan berlawanan dengan godaan berhala-berhala bangsa Kanaan di satu pihak dan dipihal lain adalah pengakuan keesan YHWH terhadap banyaknya ragam tradisi dan tempat-tempat beribadah kepadah YHWH.[40] Hal ini memberikan/menunjukan polemic dengan allah-allah lain yang sama sekali tidak boleh dipandang sejajar dengan Allah (YHWH). Pendapat ini didukung oleh Hadiwijono, Blommendaal dan Driver. Karena dewa-dewa  suku-suku adalah kekuatan-kekuatan yang penuh dengan kemauan sendiri-sendiri, penuh dengan perasaan nafsu dan murka yang dapat dipengaruhi dengan korban persembahan.[41]
                      Sebab Tuhan Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahasyat yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap. (Bnd Ulangan 10:17). Itulah sebabnya di samping YHWH tidak ada allah lain dihadapanku (bnd Ulangan 5:7). Kemungkinan lain dapat dikatakan bahwa: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa. Keesaaan YWH menyatakan bahwa Ia dalam hakikatnya tidak terbagi seperti Baal yang seringkali dibicarakan dalam bentuk jamak. Sebab Baal mengepalai atau menguasai beberapa bagian alam dan disamakan dengan dewa-dewa kafir.  Tetapi YHWH bisa dikenal dengan satu ciri dimana telah menyatakan diri-Nya kepada bangsa Israel. Bahwa hanya ada satu Allah dan juga bahwa Allah yang benar-benar satu.[42]
                      Sering memang dicantumkan bahwa YHWH “Superior” dari semua allah-allah lain atau bahwa allah-allah lain tidan dapat disamakan atau dibandingkan dengan Dia[43]
Ø  Ayat 5                  : Kasih kepada Allah
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”

                      “Kasihilah Tuhan, Allahmu” merupakan isi perintah untuk dilaksanakan dari keseluruhan khotbah dalam naskah ini. “Kasihilah” berarti perintah untuk menaruh perasaan saying kepada Tuhan, Allah.[44] “Hati” kata ini mengartikan suatu bahagian isi perut yang merah kehitam-hitaman warnanya, terletak di sebelah kanan perut besar, gunanya untuk mengambil sari-sri makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu. Di lain pihak berarti sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat (pusat) segala perasaan batin dan tempat penyimpanan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan) misalnya perkara-perkara hendaklah kau simpan dalam hati; terbit dari hati yang suci.[45] Dengan demikian arti kata hati dalam ayat ini ada hubungannya dengan perasaan.
                      Kata jiwa (nefesy) ada hubungannya dengan kata nafas. Oleh sebab itu baru ada jiwa, ketika Allah menghembuskan nafas hidup ke dalam manusia (Kej 2:7) Nefesy atau jiwa disamakan dengan daya kehidupan. Karena Allah yang menghembuskan nafas-Nya, maka manusia mendapatkan jiwa yang hidup, hingga kata jiwa menunjukan seluruh pribadi.  Manusia adalah jiwa, dengan itu telah dilukiskan kesatuan manusia. Tidak ada garis pemisah yang ketat antara yang badani dan yang psikis, juga tidak ada antara yang hidup dan yang mati. Jiwa tidak merupakan suatu dunia batin yang dipertentangkan dengan suatu dunia lahir yang bersifat asing. Sebab jiwa menyatakan diri justru dalam intensitas manusia bergerak dalam hidup ini.[46]
                      Dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatanamu. Ungkapan ini juga mencerminkan konsepsi Perjanjian  Lama tentang manusia sebagai kesatuan yang utuh. Itulah sebabnya mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan, itu berarti penyerahan seluruh keberadaan hidup sebagai wujud kepercayaan kepada Tuhan. Karena itu kasih ialah ketaatan pengabdian, yang ditandai dengan:
-          Mengakui Tuhan itu sebagai Allah yang esa (ayat 4)
-          Beribadat kepada-Nya (ayat 13b)
-          Takut akan Dia (ayat 2, 13a,24)
-          Melakukan apa yang benar dan baik dimata-Nya (ayat 18)
-          Tidak melupakan Tuhan (Ayat 12)
-          Tidak mengikuti allah lain dari antara allah bangsa-bangsa (ayat 14)
-          Tidak mencobai Tuhan  (ayat 16)


Ø  Ayat 6-7               : Perintah untuk mengajarkan dan untuk membicarakannya                                  dimanapun berada
Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan ,haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmudan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.
                 “Apa yang kuperintahkan kepadamu hari ini…” demikian ayat ini dimulai. Ada banyak detil-detil perintah yang tertulis dalam kitab ini, dan menunjukan khotbah itu disampaikan. Dengan kata lain menyangkut masa dimana mereka sedang mengadakan persiapan untuk menduduki tanah perjanjian, yang juga menyangkut perintah dan segala ketetapan dan peraturan yang sudah diberikan oleh Allah, yakni cara mengasihi Tuhan dan bagaimana mereka berlaku di tanah Kanaan.  Seperti yang telah diuraikan dan disinggung pada ayat sebelumnya, mengenai keimanan dan kepercayaan umat Israel kepada Allah berlangsung turun-temurun atau dimulai dengan nenek moyang mereka. Sama halnya dengan keimanan/kepercayaan itu, peraturan dan ketetapan juga diberlakukakan secara turun temurun.
…”haruslah”…”perhatikan”… maksudnya tidak boleh tidak harus menaruh minat atau mengindahkan apa yang diperintahkan…. Mengajarkan… maksudnya memberikan barang apa (sesuatu) dengan perkataan kepada orang lain supaya diketahui (dituruti)[47] atau member pelajaran.  Ini menunjuk arti bawha perintah, ketetapan dan peraturan yang diberikan ketika itu haris diteruskan, tidak berhenti kepada pendengar pada waktu itu saja melainkan harus diajarkan.
                 Pokok penting yang perlu dilihat dalam hal ini adalah perintah pengajaran yang harus di lakukan secara berulang-ulang. Hal ini dimaksudkan supaya segala ketetapan dan peraturan yang dimaksud dalam bagian ini diajarkan secara berkelanjutan supaya dipahami dan dimengerti  dengan baik oleh umat Israel. Tetapi  apabilah memperhatikan teks Ibrani ‘berulang-ulang’ ini diterjemahkan dari kata (w®shinatam) dari kata dasar (sh¹nan)  yang artinya mempertajam.  Dapat dimengerti bahwa maksud untuk dapat dimengerti dengan baik, maka perlu diajarkan dengan cara berulang-ulang supaya jelas. Sehingga maksud dari kata mempertajam sepertinya dihubungkan dengan bagaimana caranya bentuk pengajaran yang tepat supaya benar-benar tertanam dalam setiap hati umat Israel terlebih khusus kepada keturunan mereka.
Dalam KJV diterjemahkan kata ‘diligently’ yang berarti teku. LAI sendiri menerjemahkan ‘berulang-ulang’ harafiahnya : meruncingkan, mempertajamkan. Dalam tulisan Drives maknanya  ‘ to prick in, inculcate, impress’ masing-masing kata ini pengartiannya berbeda-beda, tetapi maksud/pesan yang ingin ditonjolkan dalam bagian ini yaitu proses pengajaran ini bukan hanya dalam pengertian mengajar begitu saja, tetapi  lebih dari pada itu pengajaran ini dilaksanakan seiiring dengan tanggung jawab bahwa apa yang diajarkan benar-benar tertanam, mengesankan (tidak terlupakan begitu saja). ‘tekun berulang-ulang’ hanyalah mengenai cara pelaksanaannya tetapi tujuan dibalik itu adalah apa yang diajarkan dapat tertanam dan terusdiingat oleh keturunan bangsa Israel.
                 …”membicarakannya”…  sama artinya dengan merundingkan dan mempercakapkannya. Misalnya perkara itu kita sudah membicarakan semalam. Ungkapan ayat-ayat ini menunjukan bahwa apa yang menjadi sisi perintah mau tidak mau harus dilakukan. Penerapannya kepada anak-anak untuk mengetahui dan menuruti perintah tersebut dengan halan atau melalui percakapan, baik berada di rumah yaitu waktu duduk. Waktu duduk merupakan salah satu kesempatan ketika seseorang sedang melakukan penyegaran atau sedang menikmati suasana yang ada.
                 Ungkapan ayat-ayat ini menunjukan bahwa apa yang menjadi isi perintah mau tidak mau harus dilakukan. Penerapannya kepada anak-anak untuk mengetahui dan menuruti perintah tersebut dengan jala atau melalui percakapan, baik berada di rumah yaitu waktu duduk, waktu tidur atau waktu bangun maupun pada waktu berada pada perjalanan. Dengan kata lain, pengajaran itu dilakukan secara berulang-ulang, kontinyu, sepanjang waktu dan dalam seluruh kegiatan. Pengajaran yang isinya adalah mengenai perintah mengasihi Allah itu harus dilaksanakan terhadap anak-anak atau generasi berikut.
Ø  Ayat 8-9               : Harus menjadi tanda dan lambang dan menuliskannya
                                Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu,  dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu
                 Dalam Perjanjian Lama ada banyak tanda yang bisa ditemukan sebagai lambang/ symbol yang menjadi bagian hidup dari kehidupan bangsa Israel. Tanda/lambang dipergunanakan untuk menunjukan atau mengingatkan seseorang atau orang banyak pada identitas atau peristiwa tertentu. Perjanjian Allah dengan Nuh, pelangi sebagai tanda perjanjian, dan tanda-tanda yang lain. Bila mememperhatikan bahwa tanda mempunyai pengertian sebagai gejala, bukti, pengenal, petunjuk.
                 Ungkapan dalam ayat ini mungkin hanyalah merupakan ungkapan figurative yang kemudian dipahami sebagai arti yang sebenarnya atau secara harafiah.[48] … tanda… maksudnya barang apa yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu; pengenal, cirri, bukti, lambang, gejala (kalau dalam penyakit) dan lain-lain.[49] …lambang… maksudnya adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan sesuatu hal atau yang mengandung maksud tertentu misalnya: warna putih lambang kesucian.[50]
                 Menurut R. Janison bahwa: bangsa Israel memahami dengan arti yang harafiah atau arti yang sebenarnya, maka banyak penulis menduga bahwa dalam hal ini ada kaitan dengan kebiasaan berjala yang diambil dari orang Mesir, yang memakai perhiasan permata pada dahi dan pergelangan tangan yang ditulisi atau diukir dengan perkataan atau kalimat tertentu, seperti mascot atau patron untuk melindungi si pemakai dari bahaya. Isi tulisan itu adalah pengakuan akan Tuhan dan perintah untuk mengasihi-Nya secara total. Dengan demikian orang Ibrani dapat memahaminya, karena mereka selalu menganggap memakai “Tephilin” atau ikat kepala sebagai suatu kewajiban dasar.[51]
“Haruslah juga engkau menuliskannya..”
                 Menulis adalah salah satu kesenian manusia yang paling tua. Sejak zaman Musa ada bermacam-macam bahan yang dipakai untuk tujuan komunikasi, dimana para juru tulis dituntut kepandaiannya. Menulis pasti merupakan bagian dari pendidikan umum Musa di Mesir.[52]
…”pintu”…artinya lobang untuk jalan masuk dan keluar.[53]…”rumah”… artinya bangunan tempat tinggal.[54] Dengan demikian pintu rumah artinya lobang jalan masuk keluar dalam sebuah bangunan tempat tinggal.
                 “Pintu Gerbang” membentuk bagian hakiki pada sebuah benteng kota. Asal mula pintu gerbang adalah sebagai tempat  perlintasan dalam bentuk tembok. Sering pintu gerbang diperluas menjadi bangunan yang disebut Migidol (menara). Menara tersebut sering diberi kamar-kamar dan ruangan-ruangan penjagaan yang memperkuat bangunan itu. Daun-daun pint gerbang pada umumnya dibuat dari kayu dan banyak memuat lapisan-lapisan tembaga. Lapangan yang berada di depan pintu gerbang merupakan satu-satunya lapangan kota. Dan orang asing sering berkumpul di situ untuk membicarakan persoalan-persoalan politik, pekerjaan dan pengadilan.[55]
                 Orang-orang Mesir dahulu kadang-kadang menulis suatu kalimat penolak bala (maskot) pada ambang pintunya, karena hal itu merupakan suatu tanda yang disenangi, sebagai pelindung yang baik.[56]
                 Dengan demikian ayat-ayat ini di satu pihak mengungkapkan arti yang sebenarnya seperti kebiasaan orang Mesir yang memakai ikat kepala yang ditulisi dengan kata-kata sebagai penolak bala, tetapi di lain pihak dipakai ungkapan figuratid yaitu haruslah kamu belajar dxengan bersungguh-sungguh tentang pengakuan dasar yang ada dalam ayat 4 dan ayat 5 dan tanamkanlah itu dalam pikiran/ingatanmu dan hayatilah di dalam kehidupannmu.
                 Adapun ungkapan ayat ini ialah penyataan kasih terhadap Allah itu haruslah dijadikan sebagai peringatan yang selalau ada pada tiap orang Israel. Hal ini menandakan hubungan mereka dengan YHWH itu harus dilaksanakan dalam kehidupan peribadi, keluarga, maupun dalam persekutuan umat.

c)      Teologi Naskah
                             Setelah melakukan kerja tafsir terhadap Ulangan 6:1-9, maka dapat diambil beberapa pokok teologi yang berisi penyataan Allah, kehendak Allah dan apa yang harus dilakukakn oleh manusia sebagai jawaban terhadap kehendak Allah sebagai teologi naskah. Para penulis dalam Ulangan 6:1-9 ini mencoba menguraikan tentang Tuhan Allah, tetapi bila diperhatikan poko-pokonya kemudian berkembang pada  banyak hal seperti ikatan perjanjian, amanat pengajaran, ketetapan dan peraturan dan lain-lain, dimana semuanya berkaitan. Namun, pokok central pasal ini tentu saja adalah Tuhan Allah.

1.      Tuhan mempersiapkan umat-Nya untuk memasuki tanah perjanjian.

1 komentar: