BAB
I
PENDAHULUAN
Pengakuan iman merupakan usaha
sengaja manusia dalam menanggapi penyataan yang Maha Kuasa di dalam eksistensi hidup
manusia. Pengakuan ini muncul atas perasaan dekat, sambil melihat berbagai
aspek kehidupan, sebagai suatu realitas yang tak pernah lepas dari pekerjaan
yang Maha Kuasa, dan meyakini setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
hidup adalah cirri-ciri kehadiran yang Maha Kuasa. Oleh kuasa yang adikodrati
manusia tahu bahwa segala sesuatu yang bergarak digerakan oleh sumber gerak.
Sehingga gejala-gejala yang yang nampak dari apa yang dilihat oleh manusia,
menjadi suatu bahan perenungan bahwa oleh karena kuasa dari yang Maha Kuasalah
sehingga mereka boleh menikmati akan segala sesuatu yang ada di bumi.
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan
Allah, yang dipilih secara khusus dan yang dikhususkan untuk menikmati
bagaimana karya-Nya, didalam perjalanan bangsa mereka sejak mereka dari tanah
perbudakan. Keterpilihan bangsa Israel ini merupakan rencana Allah yang tidak
bisa di ganggu gugat, karena keterpilihan ini adalah keputusan dan kedaulatan
Allah sendiri.
Dengan pengalaman iman yang
dirasakan dan dialami oleh bangsa Israel inilah maka memunculkan suatu konteks
pengakuan iman yang terformulasi dari pengalaman pribadi. Pengakuan inilah yang
tercantum dalam Ulangan 6:1-9 yang akan menjadi suatu kajian Historis Kritis.
Oleh karena itu penulis member judul “Pengakuan
Iman dalam konteks Ulangan 6:1-9”
BAB
II
KAJIAN
HERMENEUTIK
ULANGAN
6:1-9
I.
GAMBARAN UMUM KITAB ULANGAN
Dalam
upaya memahami lebih jauh tentang Ulangan 6:1-9 ini, maka perlu untuk
menguraikan terlebih dahulu gambaran secara umum kitab Ulangan. Uraian umum
kitab Ulangan ini menjadi latar belakang awal untuk memperjelas kedudukan
Ulangan pasal 6:1-9 dalam kitab ini.
Bila
membaca pasal 1, maka ketarangan awal yang diperoleh adalah,
perkataan-perkataan dalam kitab ini diucapkan ketika umat Israel berada di
seberang sungai Yordan. Ketika itu umat Israel berkemah di daratan Moab,
kira-kira empat puluh tahun sesudah peristiwa-peristiwa besar keluaran dari
Sinai.[1]
Isi
kitab ini merupakan perkataan Musa yang diucapkan beberapa saat menjelang orang
Israel akan masuk ke tanah Kanaan dan hampier dekat dengan kematian Musa (Psl.
4:21-2). Kitab ini member umat Israel suatu perspektif yang luas mengenai
peristiwa-peristiwa dari generasi sebelumnya.[2]
Musa mengingatkan mereka akan perbuatan-perbuatan Allah yang Mahakuasa, yang
telah berbuat demi kepentingan mereka. Dengan mengingat penaklukan Kanaan yang
akan datang, Musa memberikan garis besar anggaran dasar yang ditetapkan Ilahi
bagi teokrasi baru, yang akan didirikan di negeri perjanjian itu.[3]
Di tengah-tengah masyarakat Yahudi,
kitab Taurat yang ke lima ini dikenal dengan nama (אֶלֶּה הַדְּבּרִים) ‘elleh haddebarim (inilah
firman-firman) atau dalam bentuk yang lebih singkat lagi dedebarim yang diambil dari Ulangan 1:1, kemungkinan lain mengenai judul ini
ialah miesneh hattora(salinan hukum
ini) yang berasal dari Ulangan 17:18, dan judul ini sering disingkat misneh.
Nama dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dari ungkapan Yunani LXX, yaitu to deuteronomion touto
(pemberian hukum kedua ini).[4]
Kata
Ulangan sendiri diartikan sebagai sesuatu yang diulangi.[5]
Secara harafiah kitab ini yakni kitab Ulangan bisa diartikan sebagai kitab
pengulangan atau kitab yang mengulangi. Pertanyaan yang muncul, apakah kitab
ini benar-benar pengulangan? Jika benar, mengulangi bagian kitab mana dari
kitab Taurat? Dan apakah keseluruhan kisi kitab ini hanya pengulangan saja?
Mengenai hal ini bebrapa ahli mengemukakan pendapatnya bahwa kitab Ulangan
tidak melanjutkan kisah yang tercantum dalam keempat kita lain dari Pentateukh ,
sebaliknya kitab Ulangan mengulang banyak bahan, baik yang berupa cerita maipun
yang berupa hukum yang terkasuk dalam kitab-kitab lain.[6]
Ini berarti bukanlah hukum yang baru, melainkan yang mengulang dan menguatkan
hukum yang terlebih dahulu. Banyak hukum-hukum kitab perjanjian diulang kembali
dalam Kitab Ulangan dengan perubahan kecil, perluasan dan motivasi tambahan.[7]
Dari
pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa nama yang diberikan
bagi kitab ini yaiut Ulangan adalah sesuai dengan isi dari kitab ini, dimana
kitab Ulangan ini berisikan pengulangan
dari keempat kitab lainnya dalam Taurat.
Sekalipun demikian, kitab ini tidak hanya memuat pengulangan isi yang sudah ada
dari kitab Taurat lainnya saja tetapi didalamnya sudah mengalami perkembangan
dan perluasan.
Kitab
Ulangan juga sering diistilahkan sebagai “naskah perjanjian” atau juga disebut
sebagai kitab dokumen perjanjian. Artinya disitu bangsa Israel dipanggil untuk
mewujudkan secara penuh keterpilihannya menjadi umat Allah melalui ketaatannya
kepada kewajiban-kewajibannya. Hal itu tampak dalam bagian suruhan dan teguran
(Ul 5-11), peraturan perjanjian (Ul 12-26), serta kutukan bagi yang salah dan
berkat bagi yang benar (Ul 28).[8]
Cirri
khas dari kitab Ulangan, terletak pada pola penulisnya, dimana seperti yang
telah ditulis di atas, tulisan-tulisan dalam kitab ini mencirikan kesamaan
seperti sebuah dokumen perjanjaian yang dibuat oleh raja-raja terhadap daerah
taklukannya pada zaman ketik itu. Selain itu juga adalah pandangannya yang
monoteistis, yang dalam mengkokohkan ketinggian Allah Israel, dengan berhati-
hati mengakui bahaya-bahaya yang disajikan oleh dewa-dewa kafir.[9]
Tulisan
kitab ini tidak dimulai dengan cerita sejarah purbakala maupun cerita
pemanggilan nenek moyang Israel, sebab dalam kitab ini perhatiannya terpusat
pada peristiwa perjanjian Sinai, hal itu diuraikan dengan menonjolkan tokoh
Musa yang menyampaikan pidatonya pada akhir perjalanan pengembaraaan 40 tahun
di padang gurun.[10]
Senada dengan itu Wismoady Wahono, dalam tulisannya Groenen juga menulis bahwa
kitab Ulangan ini tidak berisikan kisah-kisah melainkan wejangan-wejangan yang
diberikan di negeri Moab, hampir dekat dengan negeri yang telah dijanjikan bagi
umat Israel.[11]
II.
LATAR BELAKANG KITAB ULANGAN 6:1-9
a. Penulis
Kitab
Dalam tradisi Yahudi
dan Kristen ke-5 kitab Taurat ini dianggap merupakan hasil dari Musa seperti
keempat kitab lainnya, namun dalam penelitian-penelitian selanjutnya muncul
berbagai macam pandangan dan pemahaman yang berbeda-beda mengenai penulis kitab
ini. Ada yang memahami bahwa Musa sebagai penulisnya dengan alasan, bahwa jiwa
dan semangat Musa menggambarkan perjalanan umat Israel dan kehendak Allah yang
dipaparkan dalam kitab Ulangan. Namun tidak
sedikit pula yang menentang pendapat ini. Penulis kitab Ulangan dianggap
merupakan sekumpulan orang-orang dalam abad ke-7 SM yang masih sangat taat dan
memelihara dengan setia perjanjian yang dibuat Allah dengan mereka, yang di
kemudian hari dikenal kumpulan Deutronomist.
Diantara beberapa penulis yang sering dikait-kaitkan sebagai
penulis kitab ini, Musa dan sumber D yang mendapat perhatian atau dengan kata
lain salah satu diantara kedua nama inilah yang dianggap sebagai penulisnya.
Namun pada kesimpulannya mengenai penulis dari kitab ini, dapat
dikatakan bahwa memang Musa adalah penulis dari kitab ini, namun ketika pada
zaman selanjutnya naskah-naskah yang ada di salin oleh sekolompok orang yang
menamakan diri sebagai sumber D, sehingga sampai sekarang dapat disepakati
bahwa kitab ini ditulis oleh sumber D.
b. Sasaran
Penulisan
Dalam kitab Ulangan
seruan ini ditujukan kepada kaum Israel sebagai umat yang telah diikat
perjanjian dengan Allah seperti yang tertulis dalam pendahuluan dari kitab ini
Ul 1:1 “inilah perkataan yang diucapkan Musa kepada seluruh bangsa Israel”…
Umat Israel yang menjadi sasaran seruan Musa ini adalah merupakan
generasi-generasi baru. Sebab, ketika umat Israel di tanah Moab seberang sungai
Yordan, generasi tua mengalami langsung peristiwa keluaran dari Mesir hanya
tertinggal 3 orang saja yaitu Musa, Yosua yang diangkat oleh Allah untuk
menggantikan kepemimpinan Musa dan juga Kaleb bin Yefune. Dalam Ulangan, syarat
dan peraturan perjanjian di Sinai disertai peringatan-peringatan apabilah
Israel melanggar atau tidak mematuhinya, maka mereka akan terkena hukuman
berat.[12]
Kitab ini ditujukan kepada bangsa Israel keseluruhan, bukan kepada Yehuda;Sion
atau garis keturunan Daud saja.[13]
Walaupun seruan ini ditujukan kepada umat Israek sebelum mereka memasuki tanah
Kanaan, namun sebenarnya kitab ini ditulis dan dimaksudkan bagi seluruh umat
Israel di tanah Kanaan, secara khusus pada zaman raja Manasye, Yosia (abad
ke-7).
c. Maksud
dan tujuan Penulisan
Pesan-pesan
yang diberikan oleh Musa ini, ditujukan kepada umat Israel dalam usaha untuk
mempersiapkan iman dan kepercayaan umat Israel sebelum masuk ke tanah Kanaan.
Agar di tanah itu mereka senantiasa menjaga identitas mereka sebagai umat
pilihan Allah. Sebab, sekalipun bangsa Israel merupakan bangsa pilihan Allah,
tidak serta merta keyakinan mereka kepada Allah serta kehidupan merek
seringkali ditemui, adanya ketidak mampuan untuk bertahan dalam iman dan
keyakinan kepada Allah, karena banyak tercatat peristiwa-peristiwa dimana umat Israel dalam perjalaan keluar dari Mesir ke tanah
Kanaan malah meragukan kemahakuasaan-Nya dan justru jatuh dalam penyembahan
berhala seperti yang tercatat dalam Keluaran 32:1-34:35.
Sebagai pemimpin umat Israel selama dalam perjalanan
keluar dari Mesir hampir 40 haun lamanya, seperti sangat beralasan jika Musa
mengetahu betul sikap dan perilaku umat Israel dan sejauh mana keimanan uamat
Israel kepada Alah. Sehingga kemungkinan ini merupakan alasan mengapa uam mengambil kesempatana
untuk mengajak dan memberikan nasehat serta mengingatkan agar umat sebagai umat
pilihan-Nya dengan setia melakukan apa yang dikehendaki Allah sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya
dengan Allah dengan mereka di Sinai.
Pada perkembangannya, umat Israel terpengaruh dengan
kepercayaan bangsa-bangsa di sekitar mereka, bahkan jatuh dalam penyembahan
berhala dan sinkretisme, seperti yang terjadi pada zaman raja Manasye (
Raja.21). dalam upaya yang sama seperti yang dilakukan Musa, sumber Deuteronomist
dalam Ulangan 6 mengajak dan menasehati umat untuk tetap setia kepad allah
sesuai janji yang telah dibuat antara Allah dengan nenek moyang mereka, dengan
maksud dan tujuan untuk meneguhkan iman umat agar tidak jatuh dalam disa dan
terpengaruh pada penyembahan berhala
seperti yang dilakukakan oleh bangsa-bangsa di sekitar Israel. Dan mengingatkan
bahwa Allah-lah yang telah membawa nenek moyang mereka keluar dari tanah
perbudakan, dan menuntun dalam perjalanan di padang gurun untuk menuju ke tanah perjanjian. Dengan
mengingatkan umat Israel agar tidak jatuh dalam penyembahan berhala berarti
tujuan dan maksud lainnya adalah upaya menghindarkan umat dari hukuman
sebagaimana yang ada dalam perjanjian bila mereka tidak mematuhinya.
d. Waktu
dan tempat penulisan
Sama seperti perbedaan pendapat tentang penulisnya, waktu
penulisan kitab ini juga timbul perbedaan diantara para ahli. Namun secara umum
penetapan waktu penulisan dimulai pada abad ke-8 sehingga ada pula yang menarik
waktu penulisan dimulai pada abad ke-7SM.
Sejarah penulisan kitab ini dumulai ketika bait Allah di
Yerusalem diperbaiki, sebuh gulungan kitab ditemukan dari sana(2 Raja.22). para ahli umumnya
sependapat bahwa kitab Taurat itu adalah kitab yang menjadi asal-usl Ulangan
yang sekarang. Kitab itu sendiri sudah
disusun sebelum 621SM. Slah satu isi pokok ‘kitab Taurat’ itu adalah pemutusan
ibadah bangsa Isarel pada tempat suci saja, dan perintah semacam itu pertama
kali dikeluarkan oleh raja Hizkia pada
akhir abad ke-8SM. Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa kitab Taurat itu
baru mulai ditulis pada tahun 700 SM. [14]
Senada dengan penguraian di atas W. Browning juga menuliskan, penghimpunan
tulisan ini telah dientukan berasal dari abad ke-7SM.[15]
Demikian pula Hill yang menulis bahwa baik teori hipotesis dokumen yang
merupakan pandangan bahwa Pentateukh disusun dengan memakai beberapa dokumen,
dan teori Deuteronomistic history, menentukan tanggal penulisan kitab Ulangan
pada bagian akhir abad ke-7SM[16]
Oleh karena itu, dengan melihat pendapat para ahli
dalam bagian ini maka dapat ditarik suatu kesimpulan dari penulisan kitab ini
pada abad ke-7SM, karena menurut gambaran situasi pada abad ke-7 ini sangat
jelas tergambar dalam Ulangan terutama tentang kemerosotan agama dalam
kehidupan umat Israel.
e. Situasi
Penulisan
Isi dalam kitab Ulangan ini, menguraikan
perkataan-perkataan yang disampaikan oleh Musa dalam situasi umat Israel akan
memasuki tanah Kanaan. Ketika itu umat sementara dipersiapkan untuk memasuki
dan menduduki daerah-daerah Kanaan. Ia juga memberikan pesan kepda umat yang
akan memasuki tanah Kanaan ini agar sebagai umat pilihan Allah tetap menjaga
perjanjian dengan Allah, serta senantiasa memelihara hukum dan ketetapan yang
telah disampaikan kepada mereka. Karena dengan itu berkat-Nya akan tercurah
namun sebaliknya hukuman akan berlaku bila melanggar perjanjian itu.
Sementara situasi atau konteks yang mempengaruhi
penulisan kitab ini akan penulisan dalam beberapa uraian dalam beberapa bagian
yaitu: situasi keagamaan, ekonomi,dan politik.
Situasi-situasi penulisan di atas sangat penting untuk diuraikan, karena
itu akan memperjelas keadaan serta pengaruhnya dalam pemunculan tulisan ini.
i.
Situasi keagamaan
Ada dua raja yang
terkenal yang memerintah Israel pada abad ke-7SM, yakni raja Manasye dan raja
Yosia. Kedua pemimpin itu hidup pada waktu yang berbeda namun mereka berada
pada satu garis keturunan yang sama. Yosia adalah cucu dari raja Manasye.
Sekalipun satu garis keturunan namun dalam masa kepemimpinan mereka, keduanya
mempunyai kebijakan yang berbeda-beda dan sangat bertolak belakang. Dalam
bidang keagamaan, Manasye anak Hizkia dikenal sebagai raja yang jahat.
Dalam pemerintahan hidup keagamaan merosot karena
penindasan oleh Asyur dan godaan dari agamanya. Akibatnya timbul sinkretisme
dengan penyembahan Baal. Kebaktian terhadap Aserte di bukit-bukit pengorbana,
ibadah terhadap bintang-bintang, dengan spiritisme (berhubungan dengan roh) dan
ilmu ramal.[17]
Dalam masa kepemimpinan ia justru mendorong bangsa
untuk menyembah baal, melakukan persundalan suci dan yang merupakan kekejian
pada waktu itu pengorbanan anak-anak menjadi satu ritus yang biasa
(2Raja.21:2-7).
Situasi keagamaan ketika itu memang sangat memprihatinkan,
ketika masa kepemimpinan itu berada di tampuk pemerintahan raja Manasye yang
justur membuka peluang kepada penyelewengan keagamaan di samping pengaruh
agama-agama di Kanaan yang begitu kuat. Umat Isarel yang telah berjanji hanya
akan menyembah TUHAN Allah yang Esa, malah mengawinkan Tuhan dengan dewa-dewi
sesembahan Kanaan.
Jauh berbeda dengan zaman raja Yosia memimpin. Ia
dikenal sebagai raja Isarel yang sangat
taat dan takut akan TUHAN. Dalam masa kepemimpinannya semua sinagoge pedesaan
dihancurkan, dan Yerusalem sendiri dinyatakan sebagai tempat pemujaan Allah,
hukum kitab Ulangan dinyatakan menjadi undang-undang Negara (622/621)[18]
Douglas menulis, raja Yosia tidak hanya memusnahkan
semua bukit pengorbanan (bamot) di Yehuda dan Benyamin, semangat reformasinya mendorong
dia juga menjelajahi Efraim, Benyamin bahkan sampai ke Utara Naftali dan
Galilea. Di mana saja dimusnahkan sarana ibadahkafir (2 Raja 23:19-20; Taw
34:6-7) dan memberlakukan kembali perayaan paskah.[19]
Sayangnya, pemerintahan raja yang takut akan Tuhan ini tidak bertahan lama
karena ia terbunuh dalam peperangan di Megido (609SM)[20]
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kemunculan
tulisan-tulisan Deuteronomist dipengaruhi keadaan keagamaan Israel, dimana
mereka telah jatuh dalam sinkretisme. Untuk
itulah seruan-seruan yang disampaikan oleh Musa kepada nenek moyang Israel
disuarakan kembali oleh para Deuteronom dalam bentuk tulisan-tulisan itu
sehingga pada zaman Yosia situasi keagamaan menjadi lebih baik.
ii.
Situasi ekonomi
Memperhatikan situasi keagamaan
di atas, pengaru kekuasaan Asyur sangat besar. Tidak berbeda dengan situasi
keagamaan yang mengalami kemerosotan atau bisa dikatakan terpuruk, situasi
ekonomi kerajaan Yehuda secara khusus di
bawah pemerintahan Manasye sebagai raja
taklukan Asyur juga tidak begitu baik. Asyur tidak hanya harus mengharuskan
Yehuda menyembah baal sembahan mereka, tetap juga diwajibkan membayar upeti
yang sangat besar.
Weber menguraikan
bahwa, ketika Samaria memberontak lalu ditaklukan oleh bangsa Asyur pada tahun 722 SM. Dan mengalami kehancuran,
kerajaan Israel Selatan Yehuda bisa
selamat dari kehancuran itu. Namun
mereka harus mengakui kekuasaan Asyur dan membayar upeti yang sangat besar.[21]
Dalam kejayaan Asyur dan Manasye, kekuasaaan nyata atas produksi dan perdagangan
ada pada tuan-tuan local.[22]
Suasan jadi terasa berbeda dalam pemerintahan raja
Yosia, sebab pada masa ini kekuasaan Asyur dan pengaruhnya kian melemah.
Kesempatan ini digunakan oleh Yosia untuk menegakan kembali kedaulatan Yehuda
sebagai Negara berdaulat.[23]
Kemunduran kekuasaan Asyur terhadap Yehuda, tentu berpengaruh dalam bidang
ekonomi. Upeti yang besar tidak lagi menjadi beban, disamping itu Yosia
memberlakukan kembali hukum-hukum yang dulunya tidak diberlakukan, salah satu
contoh yaitu hukum yang mengatur tentang hutang dengan bunga besar, yang sering
kali terjadi sewaktu Manasye memimpin dan memberatkan kaum miskin. Secara umum,
situasi ekonomi pada masa Yosia memimpin lebih baik.
iii.
Situasi social dan politik
Secara politik, dalam
masa antara abad 800-600SM, bangsa Asyur adalah suatu bangsa yang sangat kuat.
Setiap raja di Israel melaksanakan politik luar negerinya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan mengenai kejadian-kejadian yang berlangsung di Asyur.[24]
Di Yehuda , Asyur berpolitik dengan membuat wangsa Daud tetap melemah dengan menimbulkan persaingan
antar kelompok politik dan menghalangi tiap partai besar yang juga para pemilik
tanah untuk dekat tahta. Sementara Manasye, budak yang setia kepada Asyur
mencari dukungan orang-orang saleh dan sheik-sheik local untuk melawan
tokoh-tokoh terkemuka serta mengundang para pedagang dengan kultus merek ke
pesisir dalam kerajaan.[25]
Perubana situasi politik terjadi ketika Yosia
menjadi raja atas Yehuda, dan seiring dengan kekuasaan Asyur merosot. Yosia
mengikuti contoh Hizkia untuk menegaskan kembali hak-hak istimewa kerajaanm
sehingga membebaskan dirinya dari cengkraman pengawas dan para tokoh terkemuka.[26]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perubahan situasi politik ketika itu
dimana kekuatan kerajaan Asyur mulai melemah, justru menjadi hal yang
menguntungkan bagi umat Israel dibawah pimpinan Yosia, keadaan ini tentu juga
mempengaruhi keadaan social politiknya menjadi lebih baik dibawah kendali raja.
f. Kaitan
pasal Sebelum dan sesudah
Dalam Alkitab, disetiap kitabnya tidak hanya terdiri dari satu pasal saja. Ada
beberapa pasal yang tertulis, yang saling berhubungan. Demikian pula dengan
kitab Ulangan ada 34 pasal yang bisa ditemui di sana. Dalam Alkitab ada pula pas ayang berdiri
sendiri karena isinya tidak berkaitan dengan bagian sebelumnya maupun sesudahnya,
namun ada pula yang berkaitan baik sebelun dan sesudahnya. Ulangan pasal 6:-19
ini nampaknya tidak berdiri sendiri, karena isi pasal sebelumnya secara tidak
langsung berkaitan demikian bagian sesudahnya juga berkaitan dengan bagian
sebelumnya.
Kaitan degan Pasal
sebelum
Bagian sebelumnya yaitu,
ulangan 5:1-21 hampir sama isinya dengan Ulangan 6:1-25 karena di dalamnya
merupakan pemberian ketetapan dan peraturan oleh Tuhan melalui Musa kepada umat
Israel. Didalamnya berisikan seupuluh hukum yang merupakan inti dari Hukum
Taurat dan dasar perjanjian Allah dengan Israel. Perintah itu merangkumkan
kewajiban-kewajiban keagamaan dan keadilan social orang Israel. [27]
Tujuannya adalah untuk mengatur kehidupan umat Israel dalam hubungannya dengan
sesama, serta mengajak umat untuk setia pada ketetapan dan perintah yang telah
diberikan.
Hanya dalam ayat 22-23
didalamnya diceritakan suatu masa di mana umat Israel takut menghadap Tuhan,
dan Musalah yang menjadi perantara bagi mereka. Di sini umat Israel diingatkan
untuk berlaku takut akan Tuhan dan setia melksanakan peraturan yang telah
diberikan dan menjadi berkat bila mereka senantiasa melaksanakan sesuai dengan
kehendak-Nya.
Ketetapan dan perintah dalam pasal 5 ini memiliki kaitan yang
sangat erat dengan bagian sesudahnya, sebab serangkaian cerita dengan bagian
yang menjadi bahan tafisran yang akan ditafsirkan.
Kaitan dengan bagian
sesudah.
Kaitan dengan bagian sesudah dari bagian yang akan
ditafsir, merupakan satu bagian yang utuh karena cerita ini merupakan satu
cerita yang berada pada satu kesatuan yang menceritakan mengenai khotbah kedua
dari Musa,
g. Bentuk
sastra
Dilihat dari bentuknya, Ulangan 6:1-9
ini merupakan sebuah karya sastra. Berbentuk pidato. Pidato merupakan ucapan
yang tersusun baik yang dutujukan kepada orang atau banyak orang. Guthire
menuliskan bahwa Ulangan berisi pidato-pidati Musa pada bulan-bulan
terakhir dari hidupnya yang ditunjukan
kepada orang Israel.
Namun, secara umum dalam bentuknya
kunonya, tulisan dalam kitab ini mirip dengan pakta raja bawahan di Timur kuno.
III.
EKESEGES
TERHADAP ULANGAN 6:1-9
a)
Pembagian
pokok-pokok pikiran
Ø Ayat 1-2 : Pendahuluan
Ø Ayat 3 : Perintah untuk dilakukan dengan setia, agar
menjadi baik dan menjadi banyak di suatu negeri
Ø Ayat 4 :TUHAN itu Allah kita yang Esa
Ø Ayat 5 : Kasih kepada Allah
Ø Ayat 6-7 : Perintah untuk mengajarkan dan untuk membicarakannya dimanapun berada
Ø Ayat 8-9 : Harus menjadi tanda dan lambang dan menuliskannya
b)
Uraian
tafsiran
Ø Ayat 1-2 : Pendahuluan
“Inilah
perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang Aku ajarkan kepadamu atas
pertintah Tuhan, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, kemana kamu pergi untuk
mendudukinya. Supaya umur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan Tuhan
Allahmu dan berpegang pada segala ketetapan dan perintahNya yang kusampaikan
kepadamu, dan supaya lanjut umurmu”
Pada
bagian pendahuluan ini Von Rad membagi ayat 1 bersama dengan dua ayat
selanjutnya kedalam kesatuan pokok pikiran, dimana menurutnya, laporan dalam
bagian dimulai dengan memanggil rang Israel untuk mendengarkan anggaran
dasar/undang-undang yang diberikan oleh Musa, selain itu bagian ini menunjukan
dalam karya penyelamatan Allah, Musa berada pada posisi antara Tuhan Allah
dengan Israel untuk menyampaikan pesan/ perkataan Allah bagi mereka. [28]
Pada bagian awal ayat 1 diawali dengan kata perintah yang merupakan suatu kata
kerja yang dapat dijabarkan, karena kata ini merupakan suatu kata yang lazim
yang berkaitan suatu tujuan perkataan Allah yang mengandung amanat untuk
disampaikan kepada bangsa Israel. Kata
“perintah” adalah salah satu kunci dalam ayat-ayat ini. Perintah biasa diartikan
sebagai:
1. Perkataan
yang bermaksud mnyuruh melakukan sesuatu; sesuatu yang harus dilakukan
2. Aba-aba
komando
3. Aturan
dari pihak atas yang harus dilakukkan [29]
Kata perintah dalam bahasa Ibrani adalah miƒwâ
(hw"c.mi
kata benda feminine tunggal absolute), kata ini merupakan suatu penekanan untuk
menjelaskan untuk bagian selanjutnya bahwa ini memang benar-benar perintah yang
disampaikan Allah lewat Musa untuk bangsa Israel. Selanjutnya kata perintah diterangkan
sebagai ketetapan. Kata “ketetapan” berarti :
1.
Hal (keadaan)
tetap, ketentuan, kepastian
2.
Keteguhan (hati,
niat dan sebagainya)[30]
Kata ketetapan dalam
bahasa Ibrani µœq (qxo kata benda maskulin jamak absolut). Namun dalama
terjemahan aslinya dan jika dibandingkan dengan terjemahan dari KJV (King James
Version) kata µœq) bukan diterangkan sebagai ketetapan tapi lebih
diterangkan sebagai anggran dasar. Anggaran dasar merupakan suatu peraturan yang
paling mendasar yang ada dalam suatu organisasi atau instansi. Namun kata ini diterangkan sebagai suatu
ketetapan yang mungkin jika diparalelkan maka akan menemukan suatu tujuan yang
sama yaitu, sebagai suatu ketetapan dasar.
Selanjutnya yang
perpadanan dengan kata ketatapan adalah kata peraturan. Kata peraturan berarti:
peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berkuasa untuk mengatur sesuatu.[31] Kata
ketetapan dalam bahasa Ibrani mishp¹‰ (jP'v.mi kata benda maskulin jamak absolut). Kata ini diterangkan
sebagai peraturan.
“Inilah perintah” menunjukan bahwa apa
yang Musa sampaikan bukanlah kemauannya sendiri atau tindakan sebagai penguasa
yang memerintah, atau memeperalat untuk mencuri pemerintahan Allah, namun kata
ini menerangkan bahwa suatu aturan dan suruhan yang berasal dari YHWH untuk
dilakukan. Selain itu perintah diberikan untuk meneguhkan hubungan yang sudah
dibangun oleh YHWH. Selain itu Perintah menolong untuk merumuskan hubungan
diantara umat satu dengan yang lain.
Perintah yakni ketetapan dan
peraturan, merupakan suatu keharusan untuk disampaikan kepada bangsa Israel lewat
Musa sebagai perantara, karena ini merupakan perintah yang memang disengajakan
oleh Allah untuk memperbaharui kehidupan orang Israel. Oleh karena itu perintah
yang disampaikan ini bersifat dinamis sebagai suatu hukum yang akan membawa
kepada pembaharuan yang lebih baik, karena hukum ini berbeda. Hukum ini berbeda
dari yang lain, bukan karena tempat penyampaian hukum ini berbeda tempat dengan
tempat yang lainnya, tapi hukum ini berbeda karena dibalik hukum mengandung
janji dan pengharapan. Pengharapan dalam janji ini bukan sembarangan jani yang
memberikan harapan palsu/semu melainkan janji yang sudah diikat dalam suatu
perjanjian dengan bapa leluhur mereka. Janji yang luhur berada di balik hukum yang
menciptakan pengharapan yang bersyarat. Syarat-syarat inilah yang akan
menghentar bangsa Isarel kepada suatu janji dalam perjanjian yang kekal. Janji
dan pengharapan itu menyangkut umur yang lanjut, yang bagi orang Israel adalah
salah satu dimensi soteria/ keselamatan, yang menyangkut eksistensi hidup
manusia. Janji yang terikat kepada perjanjian berlaku bagi esksistensi bangsa
atau umat yang mengaku percaya, kepada Tuhan Allah yang mereka sembah dan
muliakan. Demikian halnya ketetapan dan peraturan ini merupakan suatu perintah
yang menjangkau pribadi dari umat Israel keluarga dan masyarakat. Selanjutnya
jangkauan ini meliputi suatu kurun waktu yang panjang.
Perintah yang berlangsung seumur
hidup, atau selama hidup, sekiranya dapat diuraikan bahwa hukum atau ketetapan
atau perintah dapat dilakukan setiap, detik, jam, hari dan seterusnya. Ini
berarti peraturan yang tidak ada batasan waktu seperti yang ada pada uraian
diatas. Perintah yang diperintahkan lewat Musa bukan hanya berlaku bagi mereka
yang mendengar pada waktu itu melainkan harus diteruskan sampai kepada anak
cucu, sebagai suatu usaha adanya kontinuitas dalam menjalankan segala perintah
yang disampaikan Tuhan Allah lewat Musa kepada bangsa Israel.
Perintah yang disampaikan kepada anak
cucu agar suapaya mereka “takut akan Tuhan ”. Takut akan Tuhan merupakan
ungkapan yang sering ditemukan dalam Perjanjian Lama yang menunjuk pada uman,
harap dan kasih pada Tuhan Allah. Takut disini adalah takut yang konstruktif
dan bukan destruktif. Tujuan utama dari peraturan yang ditetapkan bagi bangsa
Israel adalah membangun umat beragama, yang cirri khasnya dapat dikenal dari takut akan Tuhan, yang
menjamin kudusnya ibadah mereka
kepada-Nya dan kesetiaan mereka kepada kehendak-Nya.[32]
Ketetapan dan peraturan ini diberikan sesuai dengan yang dijanjikan dalam
Ulangan 5:31, ketepan dan peraturan ini untuk diajarkan kepada bangsa Israel
agar mereka boleh tetap hidup dan boleh menduduki tanah yang dijanjikan oleh
Tuhan Allah. Sebab Tuhan telah memusnakhan semua yang mengikuti atau menyembah
Baal (bnd Ul 4:1-3). Agar bangsa Israel
takut kepada Tuhan selama hidup di muka bumi dan mau mengajarkan hal ketetapan
dan peraturan itu kepada anak-anak mereka (bnd Ul 4:10). Dan juga untuk
menanamkan kepada bangsa Israel suatu penanaman kepercayaan yang benar dan
ketetapan yang diwajibkan kepada kehendak YHWH, merupakan tujuan dalam bagian
ini.[33]
Ø Ayat 3 : Perintah untuk dilakukan dengan setia, agar
menjadi baik dan menjadi banyak di suatu negeri.
“Maka
dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan
supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu
negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya”
Dibalik ayat ini tergambarlah akan
tindakan-tindakan bangsa Israel sebagai umat pilihan Tuhan yang senantiasa
tidak dengar-dengaran, angkuh dan mau membelakangi Tuhan Allah. Hal ini dapat dilihat di dalam
ungkapan-ungkapan “dengarlah…”
lakukanlah itu degan steia supaya baik keadaanmu.
“Supaya kamu menjadi sangat banyak…” ungkapan
ini menunjukan bahwa untuk memasuki tanah perjanjian mungkin bangsa Israel
tinggal sedikit jumlah mereka karena mungkin sudah meinggal di perjalanan sebab
sakiy atau akibat berperang dengan bangsa-bangsa lain.
“dijanjikan Tuhan Allah nenek moyangmu”. Nenek
moyang dalam bahasa Yunani artinya ayah sebuah keturunan, bapa bangsa. Dalam
bahasa percakapan yang biasa Abraham, Ishak dan Yakub disebut nenek moyang, dan
dalam arti luas adalah ke sepuluh nenek moyang yang dimulai dari Adam sampai
Nuh (Kejadian 5). Kemudian ke sepuluh nenek moyang sejak Nuh sampai Abraham
(Pasal 11:10-26).
Fakta yang menentukan hidup religious Israel
telah tumbuh dari benihnya sejak
timbulnya nenek moyang; pemilihan, pemujaan YHWH, Wahyu, pemberian tanah
(Kejadian 12-50). Sebagai alat penghubung antara nenek moyang bangsa Israel
terutama adalah pemujaan Allah yang sama. Soal itu memegang peranan besar
sekali (Kejadian 13:14 ). YHWH adalah Allah para Bapa (Kejadian 3:6) yang menjanjikan mereka
sesuatu keturunan besar yang memiliki tanah Kanaan.[34]
Kata
perjanjian dalam bahasa Ibraninya adalah berith
dengan mana orang bermaksud menyatakan hakekat kemasyarakatan dan hakekat hukum
dari suatu perjanjian. Perjanjian diatur dengan pengukuhan yang umumnya
dilakukan dengan sumpah (Ulangan 29;11) dan ikatan perjanjian, dan ikatan
perjanjian dengan jaminan orang memanggil Allah. Perjanjian menuntut kesetiaan hesed dan mematahkan janji adalah suatu
pelanggaran terhadap Tuhan, yang akan mendatangkan kutuk sesuai dengan yang
telah diucapkan di dalam pengukuhan perjanjian[35]
Ungkapan ini menunjukan bahwa perjanjian Tuhan
Allah dengan umat Israel berlangsung secara terus menerus disana YHWH menjadi
Allah mereka dan keturunan mereka (bnd, Kejadian 17:7). Ini berarti sejak
Abraham sampai Musa janji itu masih tetap diberikan oleh YHWH. Janji itu adalah
mengenai diberikannya suatu negeri yang berlimpah susu dan madunya, suatu
negeri yang luas, serta tanahnya yang subur yang dapat memberikan kemakmuran
bagi bangsa Israel dibandingkan pada waktu mereka berada dalam perbudakan di
Mesir; kota-kota besar dan baik yang kamu dirikan, rumah-rumah penuh berisi
berbagai-bagai barang baik yang tidak kamu isi, sumur-sumur yang tidak kamu
gali, kebun-kebun anggur dan kebun-kebun Zaitun yang kamu tidak Tanami (ayat
10b-11).
Ø Ayat 4 :TUHAN itu Allah kita yang Esa
“Dengarlah,
hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!”
Pada ayat 4 diawali dengan kata
“dengarlah” kata ini dipakai pada ayat
yang ke-3 Kata dengarlah dalam bahasa Ibrani (shema`) dari kata dasar (sh¹ma`) yang berarti dengar tapi juga mematuhi.
Kalimat “Dengarlah, hai orang Israel…”ungkapan
ini kerap kali muncul dalam kitab
Ulangan dan termasuk gaya otoritas yang khas dalam kitab tersebut.[36]
Hal ini menunjukan suatu tanda awal yang
merupakan seruan kepada ketaatan dari pihak bangsa-bangsa. Ungkapan ini juga
mungkin merupakan suatu panggilan yang dipergunakan oleh kaum Lewi dalam
pelajaran Hukum. Dengan ungkapan itu dituntut perhatian yaitu pada waktu hendak
memulaikan penjelasan tentang hukum taurat. Panggilan itu diserukan agar supaya
umat Israel mendengarkan, memperhatikan dan perlunya untuk menaati perintah
Tuhan Allah.
“Tuhan itu
Allah kita” adalah merupakan ungkapan Musa kepada bangsa Israel untuk
meyakinkan mereka bahwa Tuhan Allah adalah milik mereka bersama. Allah telah
memperlihatkan kepada mereka kemuliaan dan kebesaran-Nya, dan suaranya telah
kita dengar dari tengah-tengah api (bnd Ulangan 5:24).
Kata TUHAN dalam bahasa
Ibrani ditulis YHWH. Sebab tulisan ibrani yang tua tidak memakai huruf hidup
yang disebut “tetragammaton”[37], maka
ada yang menyebutnya Yehowa. Keempat huruf itu selalu ditulis dalam
naskah-naskah Alkitab, walaupun dilarang untuk diucapkan. Nama itu, oleh karena
itu diganti dengan kata Adonay (atinya
Tuhan), yang dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan “Kyrios” yang artinya
Tuhan.
Nama YHWH ini kira-kira
6700 kali disebutkan dalam Perjanjian Lama.[38]
Dengan nama ini Tuhan Allah memperkenalkan
diri-Nya sebagai sekutu Israel. Sebagai sekutu Israel Tuhan Allah adalah yang
setia, yang memenuhi segala janji-Nya (Keluaran 3:15-17).[39]
Menurutu Gerard von Rad ayat ini merupakan
pengakuan yang diperhadapkan berlawanan dengan godaan berhala-berhala bangsa
Kanaan di satu pihak dan dipihal lain adalah pengakuan keesan YHWH terhadap
banyaknya ragam tradisi dan tempat-tempat beribadah kepadah YHWH.[40]
Hal ini memberikan/menunjukan polemic dengan allah-allah lain yang sama sekali
tidak boleh dipandang sejajar dengan Allah (YHWH). Pendapat ini didukung oleh
Hadiwijono, Blommendaal dan Driver. Karena dewa-dewa suku-suku adalah kekuatan-kekuatan yang penuh
dengan kemauan sendiri-sendiri, penuh dengan perasaan nafsu dan murka yang
dapat dipengaruhi dengan korban persembahan.[41]
Sebab Tuhan Allahmulah Allah segala allah dan
Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahasyat yang tidak memandang
bulu ataupun menerima suap. (Bnd Ulangan 10:17). Itulah sebabnya di samping
YHWH tidak ada allah lain dihadapanku (bnd Ulangan 5:7). Kemungkinan lain dapat
dikatakan bahwa: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa. Keesaaan YWH menyatakan
bahwa Ia dalam hakikatnya tidak terbagi seperti Baal yang seringkali
dibicarakan dalam bentuk jamak. Sebab Baal mengepalai atau menguasai beberapa
bagian alam dan disamakan dengan dewa-dewa kafir. Tetapi YHWH bisa dikenal dengan satu ciri
dimana telah menyatakan diri-Nya kepada bangsa Israel. Bahwa hanya ada satu
Allah dan juga bahwa Allah yang benar-benar satu.[42]
Sering memang dicantumkan bahwa YHWH “Superior”
dari semua allah-allah lain atau bahwa allah-allah lain tidan dapat disamakan
atau dibandingkan dengan Dia[43]
Ø Ayat 5 :
Kasih kepada Allah
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”
“Kasihilah
Tuhan, Allahmu” merupakan isi perintah untuk dilaksanakan dari keseluruhan
khotbah dalam naskah ini. “Kasihilah” berarti perintah untuk menaruh perasaan
saying kepada Tuhan, Allah.[44]
“Hati” kata ini mengartikan suatu bahagian isi perut yang merah kehitam-hitaman
warnanya, terletak di sebelah kanan perut besar, gunanya untuk mengambil
sari-sri makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu. Di lain pihak berarti
sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat (pusat)
segala perasaan batin dan tempat penyimpanan pengertian-pengertian
(perasaan-perasaan) misalnya perkara-perkara hendaklah kau simpan dalam hati;
terbit dari hati yang suci.[45]
Dengan demikian arti kata hati dalam ayat ini ada hubungannya dengan perasaan.
Kata
jiwa (nefesy) ada hubungannya dengan kata nafas. Oleh sebab itu baru ada jiwa,
ketika Allah menghembuskan nafas hidup ke dalam manusia (Kej 2:7) Nefesy atau
jiwa disamakan dengan daya kehidupan. Karena Allah yang menghembuskan
nafas-Nya, maka manusia mendapatkan jiwa yang hidup, hingga kata jiwa menunjukan
seluruh pribadi. Manusia adalah jiwa,
dengan itu telah dilukiskan kesatuan manusia. Tidak ada garis pemisah yang
ketat antara yang badani dan yang psikis, juga tidak ada antara yang hidup dan
yang mati. Jiwa tidak merupakan suatu dunia batin yang dipertentangkan dengan
suatu dunia lahir yang bersifat asing. Sebab jiwa menyatakan diri justru dalam
intensitas manusia bergerak dalam hidup ini.[46]
Dengan
segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatanamu. Ungkapan ini
juga mencerminkan konsepsi Perjanjian
Lama tentang manusia sebagai kesatuan yang utuh. Itulah sebabnya
mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap
kekuatan, itu berarti penyerahan seluruh keberadaan hidup sebagai wujud
kepercayaan kepada Tuhan. Karena itu kasih ialah ketaatan pengabdian, yang
ditandai dengan:
-
Mengakui Tuhan itu sebagai Allah yang
esa (ayat 4)
-
Beribadat kepada-Nya (ayat 13b)
-
Takut akan Dia (ayat 2, 13a,24)
-
Melakukan apa yang benar dan baik
dimata-Nya (ayat 18)
-
Tidak melupakan Tuhan (Ayat 12)
-
Tidak mengikuti allah lain dari antara
allah bangsa-bangsa (ayat 14)
-
Tidak mencobai Tuhan (ayat 16)
Ø Ayat 6-7 : Perintah untuk mengajarkan dan untuk membicarakannya dimanapun berada
“Apa yang kuperintahkan kepadamu
pada hari ini haruslah engkau perhatikan ,haruslah engkau
mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmudan membicarakannya apabila
engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau
berbaring dan apabila engkau bangun.”
“Apa yang kuperintahkan kepadamu hari ini…” demikian
ayat ini dimulai. Ada banyak detil-detil perintah yang tertulis dalam kitab
ini, dan menunjukan khotbah itu disampaikan. Dengan kata lain menyangkut masa
dimana mereka sedang mengadakan persiapan untuk menduduki tanah perjanjian,
yang juga menyangkut perintah dan segala ketetapan dan peraturan yang sudah
diberikan oleh Allah, yakni cara mengasihi Tuhan dan bagaimana mereka berlaku
di tanah Kanaan. Seperti yang telah
diuraikan dan disinggung pada ayat sebelumnya, mengenai keimanan dan
kepercayaan umat Israel kepada Allah berlangsung turun-temurun atau dimulai
dengan nenek moyang mereka. Sama halnya dengan keimanan/kepercayaan itu,
peraturan dan ketetapan juga diberlakukakan secara turun temurun.
…”haruslah”…”perhatikan”… maksudnya
tidak boleh tidak harus menaruh minat atau mengindahkan apa yang
diperintahkan…. Mengajarkan… maksudnya memberikan barang apa (sesuatu) dengan
perkataan kepada orang lain supaya diketahui (dituruti)[47]
atau member pelajaran. Ini menunjuk arti
bawha perintah, ketetapan dan peraturan yang diberikan ketika itu haris
diteruskan, tidak berhenti kepada pendengar pada waktu itu saja melainkan harus
diajarkan.
Pokok penting yang perlu dilihat dalam hal ini
adalah perintah pengajaran yang harus di lakukan secara berulang-ulang. Hal ini
dimaksudkan supaya segala ketetapan dan peraturan yang dimaksud dalam bagian
ini diajarkan secara berkelanjutan supaya dipahami dan dimengerti dengan baik oleh umat Israel. Tetapi apabilah memperhatikan teks Ibrani ‘berulang-ulang’ ini diterjemahkan dari
kata (w®shinatam)
dari kata dasar (sh¹nan) yang
artinya mempertajam. Dapat dimengerti bahwa
maksud untuk dapat dimengerti dengan baik, maka perlu diajarkan dengan cara
berulang-ulang supaya jelas. Sehingga maksud dari kata mempertajam sepertinya
dihubungkan dengan bagaimana caranya bentuk pengajaran yang tepat supaya
benar-benar tertanam dalam setiap hati umat Israel terlebih khusus kepada
keturunan mereka.
Dalam KJV diterjemahkan
kata ‘diligently’ yang berarti teku. LAI sendiri menerjemahkan ‘berulang-ulang’
harafiahnya : meruncingkan, mempertajamkan. Dalam tulisan Drives maknanya ‘ to prick in, inculcate, impress’
masing-masing kata ini pengartiannya berbeda-beda, tetapi maksud/pesan yang
ingin ditonjolkan dalam bagian ini yaitu proses pengajaran ini bukan hanya
dalam pengertian mengajar begitu saja, tetapi
lebih dari pada itu pengajaran ini dilaksanakan seiiring dengan tanggung
jawab bahwa apa yang diajarkan benar-benar tertanam, mengesankan (tidak
terlupakan begitu saja). ‘tekun berulang-ulang’ hanyalah mengenai cara
pelaksanaannya tetapi tujuan dibalik itu adalah apa yang diajarkan dapat
tertanam dan terusdiingat oleh keturunan bangsa Israel.
…”membicarakannya”… sama artinya dengan merundingkan dan
mempercakapkannya. Misalnya perkara itu kita sudah membicarakan semalam. Ungkapan
ayat-ayat ini menunjukan bahwa apa yang menjadi sisi perintah mau tidak mau
harus dilakukan. Penerapannya kepada anak-anak untuk mengetahui dan menuruti
perintah tersebut dengan halan atau melalui percakapan, baik berada di rumah
yaitu waktu duduk. Waktu duduk merupakan salah satu kesempatan ketika seseorang
sedang melakukan penyegaran atau sedang menikmati suasana yang ada.
Ungkapan ayat-ayat ini menunjukan bahwa apa yang
menjadi isi perintah mau tidak mau harus dilakukan. Penerapannya kepada
anak-anak untuk mengetahui dan menuruti perintah tersebut dengan jala atau
melalui percakapan, baik berada di rumah yaitu waktu duduk, waktu tidur atau
waktu bangun maupun pada waktu berada pada perjalanan. Dengan kata lain,
pengajaran itu dilakukan secara berulang-ulang, kontinyu, sepanjang waktu dan
dalam seluruh kegiatan. Pengajaran yang isinya adalah mengenai perintah
mengasihi Allah itu harus dilaksanakan terhadap anak-anak atau generasi
berikut.
Ø Ayat 8-9 : Harus menjadi tanda dan lambang dan menuliskannya
Haruslah
juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi
lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada
tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu
Dalam
Perjanjian Lama ada banyak tanda yang bisa ditemukan sebagai lambang/ symbol
yang menjadi bagian hidup dari kehidupan bangsa Israel. Tanda/lambang
dipergunanakan untuk menunjukan atau mengingatkan seseorang atau orang banyak
pada identitas atau peristiwa tertentu. Perjanjian Allah dengan Nuh, pelangi
sebagai tanda perjanjian, dan tanda-tanda yang lain. Bila mememperhatikan bahwa
tanda mempunyai pengertian sebagai gejala, bukti, pengenal, petunjuk.
Ungkapan dalam ayat ini mungkin hanyalah merupakan
ungkapan figurative yang kemudian dipahami sebagai arti yang sebenarnya atau
secara harafiah.[48]
… tanda… maksudnya barang apa yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu;
pengenal, cirri, bukti, lambang, gejala (kalau dalam penyakit) dan lain-lain.[49] …lambang…
maksudnya adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan sesuatu hal atau yang
mengandung maksud tertentu misalnya: warna putih lambang kesucian.[50]
Menurut R. Janison bahwa: bangsa Israel memahami
dengan arti yang harafiah atau arti yang sebenarnya, maka banyak penulis
menduga bahwa dalam hal ini ada kaitan dengan kebiasaan berjala yang diambil
dari orang Mesir, yang memakai perhiasan permata pada dahi dan pergelangan
tangan yang ditulisi atau diukir dengan perkataan atau kalimat tertentu,
seperti mascot atau patron untuk melindungi si pemakai dari bahaya. Isi tulisan
itu adalah pengakuan akan Tuhan dan perintah untuk mengasihi-Nya secara total.
Dengan demikian orang Ibrani dapat memahaminya, karena mereka selalu menganggap
memakai “Tephilin” atau ikat kepala sebagai suatu kewajiban dasar.[51]
“Haruslah juga engkau
menuliskannya..”
Menulis adalah salah satu kesenian manusia yang
paling tua. Sejak zaman Musa ada bermacam-macam bahan yang dipakai untuk tujuan
komunikasi, dimana para juru tulis dituntut kepandaiannya. Menulis pasti
merupakan bagian dari pendidikan umum Musa di Mesir.[52]
…”pintu”…artinya lobang
untuk jalan masuk dan keluar.[53]…”rumah”…
artinya bangunan tempat tinggal.[54]
Dengan demikian pintu rumah artinya lobang jalan masuk keluar dalam sebuah bangunan
tempat tinggal.
“Pintu Gerbang” membentuk bagian hakiki pada sebuah
benteng kota. Asal mula pintu gerbang adalah sebagai tempat perlintasan dalam bentuk tembok. Sering pintu
gerbang diperluas menjadi bangunan yang disebut Migidol (menara). Menara
tersebut sering diberi kamar-kamar dan ruangan-ruangan penjagaan yang
memperkuat bangunan itu. Daun-daun pint gerbang pada umumnya dibuat dari kayu
dan banyak memuat lapisan-lapisan tembaga. Lapangan yang berada di depan pintu
gerbang merupakan satu-satunya lapangan kota. Dan orang asing sering berkumpul
di situ untuk membicarakan persoalan-persoalan politik, pekerjaan dan
pengadilan.[55]
Orang-orang Mesir dahulu kadang-kadang menulis suatu
kalimat penolak bala (maskot) pada ambang pintunya, karena hal itu merupakan
suatu tanda yang disenangi, sebagai pelindung yang baik.[56]
Dengan demikian ayat-ayat ini di satu pihak
mengungkapkan arti yang sebenarnya seperti kebiasaan orang Mesir yang memakai
ikat kepala yang ditulisi dengan kata-kata sebagai penolak bala, tetapi di lain
pihak dipakai ungkapan figuratid yaitu haruslah kamu belajar dxengan
bersungguh-sungguh tentang pengakuan dasar yang ada dalam ayat 4 dan ayat 5 dan
tanamkanlah itu dalam pikiran/ingatanmu dan hayatilah di dalam kehidupannmu.
Adapun ungkapan ayat ini ialah penyataan kasih
terhadap Allah itu haruslah dijadikan sebagai peringatan yang selalau ada pada
tiap orang Israel. Hal ini menandakan hubungan mereka dengan YHWH itu harus
dilaksanakan dalam kehidupan peribadi, keluarga, maupun dalam persekutuan umat.
c)
Teologi
Naskah
Setelah melakukan kerja tafsir terhadap
Ulangan 6:1-9, maka dapat diambil beberapa pokok teologi yang berisi penyataan
Allah, kehendak Allah dan apa yang harus dilakukakn oleh manusia sebagai
jawaban terhadap kehendak Allah sebagai teologi naskah. Para penulis dalam
Ulangan 6:1-9 ini mencoba menguraikan tentang Tuhan Allah, tetapi bila
diperhatikan poko-pokonya kemudian berkembang pada banyak hal seperti ikatan perjanjian, amanat
pengajaran, ketetapan dan peraturan dan lain-lain, dimana semuanya berkaitan.
Namun, pokok central pasal ini tentu saja adalah Tuhan Allah.
1. Tuhan
mempersiapkan umat-Nya untuk memasuki tanah perjanjian.

footnote nya mana mas?
BalasHapus