Minggu, 10 Juni 2012

Implikasi Ulangan 6:1-25 Proposal


  
BAB 1
PENDAHULUAN
1.    JUDUL
            Implikasi Ulangan 6:1-25 Bagi Pendidikan Dan Pengajaran Keluarga Kristen di Jemaat GMIM Ebenheazer Tenga

2.    BIDANG ILMU
            Teologi merupakan cabang ilmu yang berbicara mengenai penyataan Allah di dunia ini dalam relasi antara manusia dan seluruh alam semesta. Berdasarkan etimologi, kata teologi berasal dari bahasa Yunani dan terdiri dari dua akar kata yaitu:
-          Teos (θεός)       : Allah, TUHAN
-          Logos (λόγος)   : kata-kata, ucapan atau wacana.[1]
Kedua istilah ini diperkenalkan oleh Christian Wolf pada abad ke-18.[2]Secara harafiah teologi adalah kata-kata tentang Allah, ucapan tentang Allah, atau wacana tentang TUHAN. Drewes dalam bukunya “Apa itu teologi?” memberikan suatu rujukan pengertian teologi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang didefinisikan adalah: 
            Teologi sebagai pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat-sifat Allah, dasar-dasar kepercayaan kepada Allah dan agama terutama berdsarkan pada kitab-kitab suci)[3]

John Macquarrie dalam tulisan Paul Avis, “Ambang Pintu Teologi”, menuliskan bahwa :
Teologi dapat diartikan sebagai studi yang lewat partisi pasi di dalamnya dan refleksi atas iman keagamaan, berusaha mengutarakan kandungan imannya secara terpadu dan sejals-jelasny dalam bahasa yang telah ada.[4]
                        Namun pada bagian selanjutnya Avis menambahkan bahwa pernyataan yang ada pada bagian sebelumnya yang dituliskan oleh Macquarrie memberikan pusat perhatian teologi dan obyeknya telah bergeser dari Allah ke kepercayaan agama, bukan lagi kepada cirri/sifat Allah melainkan kepada gambaran kritis terhadap agama.
            Namun dalam hal ini teologi yang dibahas sebagai suatu disiplin ilmu, maka teologi harus didefinisikan sebagai usaha untuk mendefinisikan bahwa teologi sebagai suatu bidang ilmiah. Dengan demikian definisi teologi sebagai suatu bidang ilmiah adalah sebagai berikut:
Ilmu teologi adalah bidang studi ilmiah yang melayani Gereja yang diutus ke dalam dunia dalam usahanya untuk memahami dan menghayati karya Allah, sesuai dengan Firman Allah yang hidup; hal ini berarti bahwa teologi secara kritis meninjau praktik dan misi Gereja dalam terang kebenaran Firman Allah.
Adapun pembidangan dalam ilmu teologi berdasarkan beberapa pendekatakan yang ada. Pendekatan-pendekatan yang ada dalam ilmu teologi biasanya dikenal dengan  kosentrasi. Di perguruan-perguruan tinggi ilmu teologi ada beberapa pendekatan atau kosentrasi yang bisa dipilih:
1)      BIBLIKA :           - Perjanjian Lama
                               - Perjanjian Baru
2)      SISTEMATIKA    - Dogmatika
                               - Etika
3)      HISTORIKA
4)      AGAMA-AGAMA
5)      PRAKTIKA           - Koinonika
                               - Kerygmatika
                               - Diakonika[5]
Berdasarkan pembagian sesuai dengan pendekatan-pendekatan ilmu teologi atau dikenal dengan konsentrasi, untuk mahasiswa yang akan menulis suatu karya ilmiah di bidang teologi. Dalam proposal penelitian dari penulis, mengambil suatu pendekatan BIBLIKA, Perjanjian Lama. Dalam bidang Biblika diutamakan penelitian kitab-kitab dalam hubungannya dengan zaman ketika kitab itu ditulis, dan relevansi makna masa kini.[6] Sehingga dari pendekatan biblika Perjanjian Lama inilah penulis mengusulkan suatu kerangka penelitian dalam rangka penulisan karya ilmiah

3.    PENDAHULUAN
            Di era modern sekarang ini, tingkat pendidikan dalam keluarga semakin memprihatinkan. Keprihatinan ini membuat kita untuk berpikir bahwa, jika diera ini keluarga kurang mendapatkan perhatian maka, masalah sosial akan sulit teratasi. Kurangnya keprihatinan dalam keluarga diakibatkan orang-orang lebih tertarik dengan membahas mengenai kemajuan ekonomi, kemajuan politik, kemajuan teknologi, pengingkatan kesehatan, tanpa memikirkan kemajuan keluarga.
            Dengan meningkatnya kebutuhan pribadi maupun keluarga, maka tingkat kesibukan semakin meningkat. Disatu pihak orang-orang dalam hal ini orang tua, semakin berlomba untuk mencari pekerjaan yang memakan waktu yang cukup lama, dengan imbalan yang besar agar supaya bisa mencukupi dan bisa memenuhi kebutuhan yang lainnya. Pekerjaan-pekerjaan yang banyak menyita waktu ini membuat para pekerja terlebih orangtua, jarang sekali berada di rumah.
            Dilain pihak pihak pendidikan anak-anak yang semakin modern dan penuh dengan daya saing, menuntut mereka untuk semakin meningkatkan ilmu, pengetahuan dan ketrampilan agar mereka boleh memenuhi standar dan juga semakin mahir dalam bidangnya. Karena pendidikan yang modern dan berdaya saing merupakan suatu program dari pendidikan di Indonesia, sehingga sekolah memfasilitasi semuanya itu. Dengan demikian berbagai kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler harus berada dalam jadual mereka. Ini membuat waktu anak-anak lebih sedikit berada dalam rumah dan lebih banyak di luar rumah.
            Dua aktifitas besar antara orangtua dan anak, membuat mereka lebih jarang berada dalam rumah. Sehingga pendidikan dan pengajaran dalam rumah semakin berkurang. Dialog sederhana yang diharapkan mampu memberikan perhatian yang besar dalam bentuk yang sederhana, tidak berlaku sebagaimana mestinya. Tingkat kesibukan dalam keluarga semakin meningkat. Dan rumah menjadi tempat persinggahan untuk melepaskan lelah karena pada waktu yang selanjutnya pekerjaan atau aktifitas lainnya sudah menunggu tiap anggota keluarga.
                        Aktifitas antara orangtua dan anak memang tidak salah, karena ini juga demi masa depan dan cita-cita bersama dalam keluarga yang ada. Namun menjadi pertanyaan, apakah pendidikan dan pengajaran dalam keluarga berjalan dengan baik, sebagaiana tugas orangtua terhadap anak? Atau tugas dan tanggung jawab orangtua sudah terganti dengan kesibukan-kesibukan yang membuat kurangnya perhatian orangtua terhadap anak. Menurut Ny. Singgih D. Gunarsa: fungsi keluarga bukan hanya sebagai penerus keturunan, tetapi merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarga sendiri.[7]
            Memang pada masa sekarang ini, pendidikan dan pengajaran anak dalam keluarga sudah diserahkan orangtua kepada lembaga-lemabaga pendidikan sekolah  sebagaimana pendapat Hadinoto,[8] maupun di Gereja. Seperti ibadah kategorial yakni: Anak Sekolah Minggu, Remaja dan Pemuda. Bahkan orangtua tidak menyeleksi atau memilah sekolah atau lembaga pendidikan yang ketat dengan ajaran atau latar belakang keyakinan iman dari sekolah tersebut. Pemahaman orangtua bahwa lembaga pendidikan sekarang ini yang mengembangkan system pengajaran dengan memperhatikan kognitif, afektif, dan psikomotorik sudah cukup untuk mendidik anak-anak. Jadi mereka tidak perlu repot dan bersusah payah dalam mendidik anak dalam keluarga. Kalaupun ada itu hanyalah penampilan orangtua  yang hanya menampakan diri sebagai wujud tanggung jawab mereka terhadap anak.
            Ketersediaan waktu dan fasilitas dalam rumah, membuat anak-anak jarang berada di rumah. Dengan mengandalkan uang yang diberikan orangtua, maka anak-anak bebas untuk kemana saja dan di manapun mereka pergi itu semua karena mereka sudah mendapatkan izin dari orangtua. Kurangnya perhatian secara intensif bagi anak membuat ikatan dalam keluarga tergoncang, karena fungsi masing-masing dalam keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga kesatuan dan kerukunan dalam keluarga hanya dianggap sekerdar performa saja, hubungan antar pribadi mengalami suatu p.erubahan. Bahkan yang sangat memprihatinkan akan dampak kurangnya perhatian orangtua terhadap anak adalah, nilai-nilai moral yang telah ratusan tahun disusun dan dibina, akhirnya hanya dianggap semata-mata sebagai lambang dari masa lampau. [9]
            Maksud dari pernyataan Ny. Gunarsa adalah: nilai sebagai hal-hal yang penting dari manusia, baik itu sikap, perilaku, tindakan, kedisiplinan dan semangat, terbentuk bukan hanya dalam waktu yang singkat. Nilai dan moral dalam satu keluarga dibentuk berdasarkan budaya, yang dengan seiring berkembangnya waktu, mempunyai ketahanan yang kuat, dan sudah diuji berdasarkan pengalaman-pengalaman seiring berkembangnya masa ke masa. Oleh karena itulah Ny. Gunarsa menyesalkan bahwa nilai-nilai moral yang sebenarnya sudah lama, namun hilang begitu saja.
            Sebagaimana keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluarga pertama-tama anak mendapatkan pengaruh sadar. Prof.Dr. Sikun Pribadi dalam tulisan Fuad Ihsan mengungkapkan bahwa :
                    “Keluarga adalah lingkungan pertama pendidikan” Jika karena sesuatu hal anak terpaksa tidak tinggal di lungkungan keluarga yang hidup berbahagia, anak tersebut masa depannya akan mengalami kesulitan-kesulitan, baik di sekolah, masyarakat ramai, dalam lingkungan jabatan, maupun kelak sebagai suami istri di dalam lingkungan kehidupan keluarga.[10]
            Karena kuluarga merupakan lingkungan yang memang sangat penting dalam pendidikan dan pengajaran. Dalam keluarga pola kepribadian anak terbentuk dan pertama kali anak diperkenalkan dengan nilai dan norma. Karena keluarga adalah lembaga pendidikan yang berisfat kodrati, maka orangtua sebagai pendidik dan pengajar terdapat hubungan darah.
            Dalam Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan , yang sekarang ini dikenal dengan Mentri Pendidikan Nasional:
        Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan ketrampilan dasar, agama, dan kepercayaan, nilai moral, norma sosial dan pandangan hidup yang diberlakukan peserta didik untuk dapat berperan dalam keluarga dan dalam masyarakat. (Kepmendibud, 0186/P/1984).
            Dengan memperhatikan tugas dan tanggung jawab keluarga dalam pendidikan dan pengajaran, maka jelaslah bahwa Gereja dan pemerintah memberikan perhatian terhadap pendidikan dan pengajaran dalam keluarga.
            Oleh karena itu segala dasar pendidikan dan pengajaran kepada anak, harus dilaksanakan oleh orangtua yakni ayah dan ibu (Ams 1:8). Karena pendidikan dan pengajaran merupakan modal hidup yang diberikan oleh orangtua terhadap anak (Ams 4:3-4). Dan tugas orang tua harus mengajarkan berulang-ulang kepada anak-anak mereka sebagaimana amanat yang disampaikan Musa kepada bangsa Israel, yang akan dilaksanakan ketika mereka akan berada di tanah Kanaan sebagai tanah yang dijanjikan oleh TUHAN Allah (Ul 6::6-9).
            Dengan memperhatikan dinamika pendidikan dan pengajaran dalam keluarga Kristen saat ini, maka Ulangan 6:1-25, merupakan salah satu bukti bahwa pendidikan dan pengajaran yang dilakukan, bersifat kontekstual. Dan dari salah satu landasan yang kontekstual inilah maka penulis memilih bagian ini sebagai salah satu landasan pendidikan dan pengajaran dengan memperhatikan bahwa: dari bagian ini, memberikan suatu perintah mengenai pelayanan kasih yang pertama dan yang terutama kepada Allah. Dalam ruang lingkup pendidikan dan pengajaran Yahudi, yang mereka percaya bahwa Israel sebagai umat yang dipilih oleh  Tuhan. Karena orang Yahudi lebih cenderung bersandar pada TUHAN yang menyatakan diri melalui firman-Nya, peristiwa-peristiwa sejarah dan perbuatan TUHAN yang ajaib. Keyakinan bahwa TUHAN Allah menyingkapkan diri-Nya merupakan sumber mutlak bagi kehidupan orang Israel, termasuk pendidikan dan pengajarannya.[11] Kemudian perintah untuk mengajarkan berulang-ulang. Perintah untuk mengajar berulang-ulang, pengajaran dilakukan disegala waktu dan tempat. Kemudian komunikasi antar orangtua dan anak. Dalam media elektronik Koran Suara Merdeka, 15 September, 2011, dalam salah pemberitaan media ini, mencantunkan  pentingnya dialog antara orangtua dan anak dalam rangka kesesuain pemikiran, kemauan, antara orang tua dan anak sebagai wujud keluarga harmonis.[12] Sehingga dalam pertemuan antara orangtua dan anak, secara khusus akan memberikan nilai tersendiri dalam kehidupan keluarga.
            Pendidikan dan pengajaran yang disinggung sebagai tugas dan tanggung jawab orang tua, merupakan tugas yang memang harus dilaksanakan dalam kehidupan masa kini, karena itu merupakan tugas yang diberikan kepada orangtua untuk dilaksanakan atau tugas kodrati. Dalam rangka tugas dan tanggung jawab orang tua inilah maka penulis terdorong untuk mengkaji kembali bagian naskah ini untuk direlefansikan dengan kebutuhan keluarga Kristen saat ini.
            Alasan pemilihan Kitab Ulangan 6:1-25 sebagai bahan pengkajian untuk tugas dan tanggung jawab orangtua dalam pendidikan dan pengajaran dalam keluarga merupakan ketetapan dan peraturan yang telah disampaikan oleh Musa kepada bangsa Israel. Musa sebagai abdi Allah yang telah dipanggil dan dipilih untuk melayani TUHAN Allah, dan orang Israel, memberikan suatu wejangan kepada keluarga-keluarga Israel, dalam rangka mereka dipersiapkan untuk masuk ke dalam tanah yang dijanjikan oleh TUHAN kepada nenek moyang mereka(Kej 15:18-19 bnd Kel 3:8). Untuk mengingat akan kebaikan TUHAN Allah, kepada Israel, maka Musa menyampaikan peran keluarga Israel untuk harus mengajarkan berulang-ulang apa yang menjadi pengakuan terhadap TUHAN Allah, yang oleh kuasanya maka mereka boleh mendapatkan pemeliharaan.
            Selain itu Musa memberikan suatu perintah yakni ketetapan dan peraturan  ini kepada bangsa Israel, agar menjadikan Allah itu sebagai suatu pegalaman yang hidup, dalam lingkungan bangsa Israel yang diawali dalam keluarga-keluarga Israel.
            Perkataan Musa kepada bangsa Israel, inilah yang terdapat dalam Ulangan 6:1-25, yang akan menjadi sumbangsi terhadap dasar pendidikan dan pengajaran dalam keluarga.
             Oleh karena memperhatikan kebutuhan keluarga Kristen masa kini, maka penulis mengangkat kembali bagian perikop ini sebagai bahan tulisan karya ilmiah, yang mungkin sudah pernah ditulis penulis lainnya, dalam rangka juga untuk menjawab kebutuhan keluarga Kristen yang ada dalam lingkungan mereka. Meskipun bagian ini sudah ditulis, oleh para penulis. Namun tulisan itu tidak cukup kuat untuk merangkul semua keluarga Kristen dari berbagai tempat yang ada. Dan inilah suatu kebanggan dari perikop Ulangan 6:1-25 yang mengundang banyak perhatian para penulis, untuk berlomba-lomba membuat suatu karya tulis, untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan keluarga Kristen dalam lingkungan atau wilayah tertentu.
            Dengan memperhatikan gambaran secara umum, mengenai kehidupan keluarga Kristen masa kini. Maka hal ini juga yang dirasakan oleh keluarga-keluarga yang ada di jemaat GMIM Ebenheazer Tenga. Dinamika kehidupan jemaat GMIM Ebenheazer Tenga, terlebih khusus keluarga-keluarga yang ada memang sudah sangat mapan dalam kehidupan ekonomi, namun mereka tidak berhenti di situ saja, melinkan terus mencari akan nafkah agar supaya lebih dari cukup. Pemikiran terhadap perkembangan zaman terlebih khusus pendidikan secara formal, semakin dimengerti. Namun dalam hal ini usaha untuk memenuhi kebutuhan anak dalam pendidikan dan pengajaran dalam keluarga semakin berkurang. Penulis memberikan suatu perhatian yang besar terhadap kehidupan keluarga-keluarga yang ada di jemaat GMIM Ebenheazer Tenga, dalam rangka menjawab kebutuhan jemaat dalam memahami dan melaksanakan apa yang menjadi pemberitaan dalam Ulangan 6:1-25 dalam rangka penerapan dalam keluarga di jemaat GMIM Ebenheazer Tenga.
            Dalam hal ini penulis menyusun sebuah hipotesis dalam rangka penelitian yang ada di jemaat GMIM Ebenheazer Tenga, ketika dalam keseharian penulis mengamati bahwa, pemberitaan Ulangan 6:1-25 kurang dipahami terlebih diaktualisasikan dalam keluarga jemaat yang ada. Sehingga seringkali muncul masalah-masalah sosial di dalam kehidupan jemaat. Oleh karena itu menjadi suatu perhatian khusus keluarga yang ada di jemaat GMIM Ebenheazer Tenga, harus tahu betul bagaimana melaksanakan pendidikan yang kontekstual berdasarkan Ulangan 6:1-25.
            Dengan demikian yang menjadi menjadi judul karya tulis berdasarkan Kitab Ulangan 6:1-25 adalah: “Implikasi Ulangan 6:1-25 Bagi Pendidikan Dan Pengajaran Keluarga Kristen di Jemaat GMIM Ebenheazer Tenga

4.      IDENTIFIKASI MASALAH
                 Berdasarkan deskripsi latar belakang permasalahan yang ditumui saat ini, maka penulis mengadakan suatu tindakan mengidentifikasi masalah-masalah yang ditemui, dan kemudian akan diuraikan dalam point-point sebagai berikut:
1.      Keluarga-keluarga di jemaat GMIM Ebenheazer Tenga, kurang melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai orangtua dalam rangka pendidikan dan pengajaran.
2.      Berita Ulangan 6:1-25 tidak dipahami sebagaimana mestinya, sehingga tidak menjadi suatu model pendidikan dalam keluarga yang menjawab akan tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap anak.
3.      Sebagian besar masalah sosial dalam kehidupan jemaat, dikarenakan pendidikan dan pengajaran dalam keluarga tidak berjalan dengan baik.


5.      PEMBATASAN OBJEK MASALAH
                        Dari identifikasi masalah yang telah diuraikan pada bagian atas, yang didalamnya terdapat tiga point, yang harus diperhatikan. Maka adapun pembatasan masalah yang harus diperhatikan dalam rangka mencegah pembahasan yang terlalu melebar dan tidak sesuai dengan acuan pertama adalah: munculnya masalah sosial dan Gereja adalah pendidikan keluarga yang tidak diperhatikan bahkan tidak dijalankan.

6.      PERUMUSAN MASALAH
            Dalam bagian ini penulis memberikan suatu rumusan masalah dalam rangka penelitian. Adapun rumusan masalah adalah, keluarga yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran pertama dan yang utama tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Ulangan 6:1-25 sebagai suatu model pendidikan dan pengajaran keluarga yang kontekstual tidak dipahami secara baik, sehingga salah satu penyebab munculnya masalah sosial dan Gereja adalah pendidikan keluarga yang tidak diperhatikan, bahkan tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu dengan mengangkat perikop ini, apakah Ulangan 6:1-25 dalam hal ini sebagai acuan untuk mengangkat makna tugas dan tanggung jawab orang tua, mampu diaplikasikan dalam kehidupan jemaat GMIM Ebenhaezer Tenga.

7.      TINJAUAN PUSTAKA
No
Nama Pangarang
Judul buku
Halam
Penerbit
1
Andrew E. Hill & John H. Walton
Survei Perjanjian Lama
hlm 225-240
Malang: Gandum Mas, 2008
2
Andrew D. Clarke.,Bruce W. Winter.
Satu Allah Satu Tuhan.
hlm 40-41
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2006
3
C.Groenen,
Pengantar Ke dalam Perjanjian Lama
hlm 116-121
Yogyakarta:Kaninsius 1988
4
C. Barth
Theologia Perjanjian Lama 1
Hlm 128
Jakarta: BPK Gunung Mulia,
5
C. Barth
Theologia Perjanjian Lama 2
Hlm 7-40
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989
6
D.C. Mulder
 Pembimbing Kedalam Perjanjian Lama
hlm 59-61
Jakarta: Balai Pustaka Kristen,1963
7
Christopher Wright
Hidup Sebagai Umat Allah
hlm 155-159

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
8
Dianner Bergant.,Robert J. Karris.
Tafsir Alkitab Perjanjian Lama
hlm 197-199,203-205
Kaninsius: Yogyakarta, 2010
9
David L. Baker.
Mari Mengenal Perjanjian Lama
hlm 42-46
Jakarta: BPK Gunung Mulia 1994
10
Etienne Charpenter.
Bagaimana Membaca Perjanjian Lama
Hlm. 72-73
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009 
11
F.L. Bakker.
Sejarah Kerajaan Allah, 
hlm 672-674
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
12
Iris V. Cully
Dinamika Pendidikan Kristen,
Hlm 6
Jakarta: BPK Gunung Mulia.1995
13
J. Blommendaal.
Pengantar kepada Perjanjian Lama

hlm  17-22;60-63

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993
14
Robert B. Coote., Marry P. Coote.
Kuasa Politik dan Proses Pembuatan Alkitab.
hlm 75-85
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
15
Gerhard von Rad
 Deutronomy.
Hlm11-15;   43-65; 127
SCM Press, London 1964
16
Herbert Wolf.
Pengenalan Pentateukh,
Hlm 15-100; 285-297
Malang: Gandum Mas,2004
17
H. Fuad Ihsan.
Dasar-dasar Kependidikan
Hlm 16-19
Jakarta: Rineka Cipta,2005
18
I.J Cairns
Kitab Ulangan Pasal 1-11.
Hlm 1-28; 132-140
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2008
19
J. Sidlow Baxter.
Menggali Alkitab jilid 1.
Hlm 176-205

Jakarta BPK Gunung Mulia, 1983
20
Karel Sosipater
Etika Perjanjian Lama
Hlm,170; 234-238
Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2010
21
Philip Johnston.
Introduction to the Bible
hlm 107-114
Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2011
22
Robert R. Boehlke.
Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praketek Pendidikan Agama Kristen.
Hlm 19-22
Jakarta: BPK Guning Mulia. 2009,
23
S. Wismoady Wahono
Di Sini Kutemukan

Hlm 68
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000
24
Singgih D. Gunarsa.
Psikologi Untuk Keluarga,
Hlm 1-9

Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009
25
W.S.Lasor., D.A Hubbard.,F.W Bush.
Pengantar Perjanjian Lama 1.
hlm 247-263
Jakarta BPK Gunung Mulia, 2009