BAB
1
PENDAHULUAN
1.
JUDUL
“Implikasi Ulangan 6:1-25 Bagi Pendidikan
Dan Pengajaran Keluarga Kristen di Jemaat GMIM Ebenheazer Tenga”
2.
BIDANG
ILMU
Teologi merupakan cabang ilmu yang
berbicara mengenai penyataan Allah di dunia ini dalam relasi antara manusia dan
seluruh alam semesta. Berdasarkan etimologi, kata teologi berasal dari bahasa
Yunani dan terdiri dari dua akar kata yaitu:
-
Teos (θεός) : Allah, TUHAN
Kedua istilah
ini diperkenalkan oleh Christian Wolf pada abad ke-18.[2]Secara
harafiah teologi adalah kata-kata tentang Allah, ucapan tentang Allah, atau
wacana tentang TUHAN. Drewes dalam bukunya “Apa itu teologi?” memberikan suatu
rujukan pengertian teologi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang
didefinisikan adalah:
Teologi sebagai pengetahuan
ketuhanan (mengenai sifat-sifat Allah, dasar-dasar kepercayaan kepada Allah dan
agama terutama berdsarkan pada kitab-kitab suci)[3]
John Macquarrie dalam tulisan Paul
Avis, “Ambang Pintu Teologi”, menuliskan bahwa :
Teologi dapat
diartikan sebagai studi yang lewat partisi pasi di dalamnya dan refleksi atas
iman keagamaan, berusaha mengutarakan kandungan imannya secara terpadu dan
sejals-jelasny dalam bahasa yang telah ada.[4]
Namun
pada bagian selanjutnya Avis menambahkan bahwa pernyataan yang ada pada bagian
sebelumnya yang dituliskan oleh Macquarrie memberikan pusat perhatian teologi
dan obyeknya telah bergeser dari Allah ke kepercayaan agama, bukan lagi kepada cirri/sifat
Allah melainkan kepada gambaran kritis terhadap agama.
Namun dalam hal ini teologi yang
dibahas sebagai suatu disiplin ilmu, maka teologi harus didefinisikan sebagai
usaha untuk mendefinisikan bahwa teologi sebagai suatu bidang ilmiah. Dengan
demikian definisi teologi sebagai suatu bidang ilmiah adalah sebagai berikut:
Ilmu teologi
adalah bidang studi ilmiah yang melayani Gereja yang diutus ke dalam dunia
dalam usahanya untuk memahami dan menghayati karya Allah, sesuai dengan Firman
Allah yang hidup; hal ini berarti bahwa teologi secara kritis meninjau praktik
dan misi Gereja dalam terang kebenaran Firman Allah.
Adapun pembidangan
dalam ilmu teologi berdasarkan beberapa pendekatakan yang ada.
Pendekatan-pendekatan yang ada dalam ilmu teologi biasanya dikenal dengan kosentrasi. Di perguruan-perguruan tinggi ilmu
teologi ada beberapa pendekatan atau kosentrasi yang bisa dipilih:
1)
BIBLIKA :
- Perjanjian Lama
- Perjanjian Baru
2)
SISTEMATIKA - Dogmatika
- Etika
3)
HISTORIKA
4)
AGAMA-AGAMA
5)
PRAKTIKA -
Koinonika
- Kerygmatika
- Diakonika[5]
Berdasarkan
pembagian sesuai dengan pendekatan-pendekatan ilmu teologi atau dikenal dengan
konsentrasi, untuk mahasiswa yang akan menulis suatu karya ilmiah di bidang
teologi. Dalam proposal penelitian dari penulis, mengambil suatu pendekatan
BIBLIKA, Perjanjian Lama. Dalam bidang Biblika diutamakan penelitian
kitab-kitab dalam hubungannya dengan zaman ketika kitab itu ditulis, dan relevansi
makna masa kini.[6]
Sehingga dari pendekatan biblika Perjanjian Lama inilah penulis mengusulkan
suatu kerangka penelitian dalam rangka penulisan karya ilmiah
3.
PENDAHULUAN
Di era modern sekarang ini, tingkat
pendidikan dalam keluarga semakin memprihatinkan. Keprihatinan ini membuat kita
untuk berpikir bahwa, jika diera ini keluarga kurang mendapatkan perhatian
maka, masalah sosial akan sulit teratasi. Kurangnya keprihatinan dalam keluarga
diakibatkan orang-orang lebih tertarik dengan membahas mengenai kemajuan
ekonomi, kemajuan politik, kemajuan teknologi, pengingkatan kesehatan, tanpa
memikirkan kemajuan keluarga.
Dengan meningkatnya kebutuhan
pribadi maupun keluarga, maka tingkat kesibukan semakin meningkat. Disatu pihak
orang-orang dalam hal ini orang tua, semakin berlomba untuk mencari pekerjaan
yang memakan waktu yang cukup lama, dengan imbalan yang besar agar supaya bisa
mencukupi dan bisa memenuhi kebutuhan yang lainnya. Pekerjaan-pekerjaan yang
banyak menyita waktu ini membuat para pekerja terlebih orangtua, jarang sekali
berada di rumah.
Dilain pihak pihak pendidikan anak-anak
yang semakin modern dan penuh dengan daya saing, menuntut mereka untuk semakin
meningkatkan ilmu, pengetahuan dan ketrampilan agar mereka boleh memenuhi standar
dan juga semakin mahir dalam bidangnya. Karena pendidikan yang modern dan
berdaya saing merupakan suatu program dari pendidikan di Indonesia, sehingga
sekolah memfasilitasi semuanya itu. Dengan demikian berbagai kegiatan kurikuler
maupun ekstrakurikuler harus berada dalam jadual mereka. Ini membuat waktu
anak-anak lebih sedikit berada dalam rumah dan lebih banyak di luar rumah.
Dua aktifitas besar antara orangtua
dan anak, membuat mereka lebih jarang berada dalam rumah. Sehingga pendidikan
dan pengajaran dalam rumah semakin berkurang. Dialog sederhana yang diharapkan
mampu memberikan perhatian yang besar dalam bentuk yang sederhana, tidak
berlaku sebagaimana mestinya. Tingkat kesibukan dalam keluarga semakin
meningkat. Dan rumah menjadi tempat persinggahan untuk melepaskan lelah karena
pada waktu yang selanjutnya pekerjaan atau aktifitas lainnya sudah menunggu
tiap anggota keluarga.
Aktifitas antara
orangtua dan anak memang tidak salah, karena ini juga demi masa depan dan
cita-cita bersama dalam keluarga yang ada. Namun menjadi pertanyaan, apakah
pendidikan dan pengajaran dalam keluarga berjalan dengan baik, sebagaiana tugas
orangtua terhadap anak? Atau tugas dan tanggung jawab orangtua sudah terganti
dengan kesibukan-kesibukan yang membuat kurangnya perhatian orangtua terhadap anak.
Menurut Ny. Singgih D. Gunarsa: fungsi keluarga bukan hanya sebagai penerus
keturunan, tetapi merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan
dan kecerdasan intelektual diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota
keluarga sendiri.[7]
Memang pada masa sekarang ini,
pendidikan dan pengajaran anak dalam keluarga sudah diserahkan orangtua kepada
lembaga-lemabaga pendidikan sekolah sebagaimana pendapat Hadinoto,[8] maupun
di Gereja. Seperti ibadah kategorial yakni: Anak Sekolah Minggu, Remaja dan
Pemuda. Bahkan orangtua tidak menyeleksi atau memilah sekolah atau lembaga
pendidikan yang ketat dengan ajaran atau latar belakang keyakinan iman dari
sekolah tersebut. Pemahaman orangtua bahwa lembaga pendidikan sekarang ini yang
mengembangkan system pengajaran dengan memperhatikan kognitif, afektif, dan
psikomotorik sudah cukup untuk mendidik anak-anak. Jadi mereka tidak perlu
repot dan bersusah payah dalam mendidik anak dalam keluarga. Kalaupun ada itu hanyalah
penampilan orangtua yang hanya
menampakan diri sebagai wujud tanggung jawab mereka terhadap anak.
Ketersediaan waktu dan fasilitas
dalam rumah, membuat anak-anak jarang berada di rumah. Dengan mengandalkan uang
yang diberikan orangtua, maka anak-anak bebas untuk kemana saja dan di manapun
mereka pergi itu semua karena mereka sudah mendapatkan izin dari orangtua.
Kurangnya perhatian secara intensif bagi anak membuat ikatan dalam keluarga
tergoncang, karena fungsi masing-masing dalam keluarga tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Sehingga kesatuan dan kerukunan dalam keluarga hanya
dianggap sekerdar performa saja, hubungan antar pribadi mengalami suatu p.erubahan.
Bahkan yang sangat memprihatinkan akan dampak kurangnya perhatian orangtua
terhadap anak adalah, nilai-nilai moral yang telah ratusan tahun disusun dan
dibina, akhirnya hanya dianggap semata-mata sebagai lambang dari masa lampau. [9]
Maksud dari pernyataan Ny. Gunarsa
adalah: nilai sebagai hal-hal yang penting dari manusia, baik itu sikap,
perilaku, tindakan, kedisiplinan dan semangat, terbentuk bukan hanya dalam
waktu yang singkat. Nilai dan moral dalam satu keluarga dibentuk berdasarkan
budaya, yang dengan seiring berkembangnya waktu, mempunyai ketahanan yang kuat,
dan sudah diuji berdasarkan pengalaman-pengalaman seiring berkembangnya masa ke
masa. Oleh karena itulah Ny. Gunarsa menyesalkan bahwa nilai-nilai moral yang
sebenarnya sudah lama, namun hilang begitu saja.
Sebagaimana keluarga adalah
lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluarga pertama-tama anak
mendapatkan pengaruh sadar. Prof.Dr. Sikun Pribadi dalam tulisan Fuad Ihsan
mengungkapkan bahwa :
“Keluarga adalah lingkungan
pertama pendidikan” Jika karena sesuatu hal anak terpaksa tidak tinggal di
lungkungan keluarga yang hidup berbahagia, anak tersebut masa depannya akan
mengalami kesulitan-kesulitan, baik di sekolah, masyarakat ramai, dalam
lingkungan jabatan, maupun kelak sebagai suami istri di dalam lingkungan kehidupan
keluarga.[10]
Karena kuluarga merupakan lingkungan
yang memang sangat penting dalam pendidikan dan pengajaran. Dalam keluarga pola
kepribadian anak terbentuk dan pertama kali anak diperkenalkan dengan nilai dan
norma. Karena keluarga adalah lembaga pendidikan yang berisfat kodrati, maka
orangtua sebagai pendidik dan pengajar terdapat hubungan darah.
Dalam Keputusan Mentri Pendidikan
dan Kebudayaan , yang sekarang ini dikenal dengan Mentri Pendidikan Nasional:
Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan
ketrampilan dasar, agama, dan kepercayaan, nilai moral, norma sosial dan
pandangan hidup yang diberlakukan peserta didik untuk dapat berperan dalam
keluarga dan dalam masyarakat. (Kepmendibud, 0186/P/1984).
Dengan memperhatikan tugas dan
tanggung jawab keluarga dalam pendidikan dan pengajaran, maka jelaslah bahwa
Gereja dan pemerintah memberikan perhatian terhadap pendidikan dan pengajaran
dalam keluarga.
Oleh karena itu segala dasar
pendidikan dan pengajaran kepada anak, harus dilaksanakan oleh orangtua yakni
ayah dan ibu (Ams 1:8). Karena pendidikan dan pengajaran merupakan modal hidup
yang diberikan oleh orangtua terhadap anak (Ams 4:3-4). Dan tugas orang tua
harus mengajarkan berulang-ulang kepada anak-anak mereka sebagaimana amanat
yang disampaikan Musa kepada bangsa Israel, yang akan dilaksanakan ketika
mereka akan berada di tanah Kanaan sebagai tanah yang dijanjikan oleh TUHAN
Allah (Ul 6::6-9).
Dengan memperhatikan dinamika
pendidikan dan pengajaran dalam keluarga Kristen saat ini, maka Ulangan 6:1-25,
merupakan salah satu bukti bahwa pendidikan dan pengajaran yang dilakukan,
bersifat kontekstual. Dan dari salah satu landasan yang kontekstual inilah maka
penulis memilih bagian ini sebagai salah satu landasan pendidikan dan pengajaran
dengan memperhatikan bahwa: dari bagian ini, memberikan suatu perintah mengenai
pelayanan kasih yang pertama dan yang terutama kepada Allah. Dalam ruang
lingkup pendidikan dan pengajaran Yahudi, yang mereka percaya bahwa Israel
sebagai umat yang dipilih oleh Tuhan. Karena
orang Yahudi lebih cenderung bersandar pada TUHAN yang menyatakan diri melalui firman-Nya,
peristiwa-peristiwa sejarah dan perbuatan TUHAN yang ajaib. Keyakinan bahwa
TUHAN Allah menyingkapkan diri-Nya merupakan sumber mutlak bagi kehidupan orang
Israel, termasuk pendidikan dan pengajarannya.[11]
Kemudian perintah untuk mengajarkan berulang-ulang. Perintah untuk mengajar
berulang-ulang, pengajaran dilakukan disegala waktu dan tempat. Kemudian komunikasi
antar orangtua dan anak. Dalam media elektronik Koran Suara Merdeka, 15
September, 2011, dalam salah pemberitaan media ini, mencantunkan pentingnya dialog antara orangtua dan anak
dalam rangka kesesuain pemikiran, kemauan, antara orang tua dan anak sebagai
wujud keluarga harmonis.[12]
Sehingga dalam pertemuan antara orangtua dan anak, secara khusus akan
memberikan nilai tersendiri dalam kehidupan keluarga.
Pendidikan dan pengajaran yang
disinggung sebagai tugas dan tanggung jawab orang tua, merupakan tugas yang
memang harus dilaksanakan dalam kehidupan masa kini, karena itu merupakan tugas
yang diberikan kepada orangtua untuk dilaksanakan atau tugas kodrati. Dalam
rangka tugas dan tanggung jawab orang tua inilah maka penulis terdorong untuk
mengkaji kembali bagian naskah ini untuk direlefansikan dengan kebutuhan
keluarga Kristen saat ini.
Alasan pemilihan Kitab Ulangan
6:1-25 sebagai bahan pengkajian untuk tugas dan tanggung jawab orangtua dalam
pendidikan dan pengajaran dalam keluarga merupakan ketetapan dan peraturan yang
telah disampaikan oleh Musa kepada bangsa Israel. Musa sebagai abdi Allah yang
telah dipanggil dan dipilih untuk melayani TUHAN Allah, dan orang Israel,
memberikan suatu wejangan kepada keluarga-keluarga Israel, dalam rangka mereka
dipersiapkan untuk masuk ke dalam tanah yang dijanjikan oleh TUHAN kepada nenek
moyang mereka(Kej 15:18-19 bnd Kel 3:8). Untuk mengingat akan kebaikan TUHAN
Allah, kepada Israel, maka Musa menyampaikan peran keluarga Israel untuk harus
mengajarkan berulang-ulang apa yang menjadi pengakuan terhadap TUHAN Allah,
yang oleh kuasanya maka mereka boleh mendapatkan pemeliharaan.
Selain itu Musa memberikan suatu
perintah yakni ketetapan dan peraturan ini kepada bangsa Israel, agar menjadikan
Allah itu sebagai suatu pegalaman yang hidup, dalam lingkungan bangsa Israel
yang diawali dalam keluarga-keluarga Israel.
Perkataan Musa kepada bangsa Israel,
inilah yang terdapat dalam Ulangan 6:1-25, yang akan menjadi sumbangsi terhadap
dasar pendidikan dan pengajaran dalam keluarga.
Oleh karena memperhatikan kebutuhan keluarga
Kristen masa kini, maka penulis mengangkat kembali bagian perikop ini sebagai
bahan tulisan karya ilmiah, yang mungkin sudah pernah ditulis penulis lainnya,
dalam rangka juga untuk menjawab kebutuhan keluarga Kristen yang ada dalam
lingkungan mereka. Meskipun bagian ini sudah ditulis, oleh para penulis. Namun
tulisan itu tidak cukup kuat untuk merangkul semua keluarga Kristen dari
berbagai tempat yang ada. Dan inilah suatu kebanggan dari perikop Ulangan
6:1-25 yang mengundang banyak perhatian para penulis, untuk berlomba-lomba
membuat suatu karya tulis, untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan keluarga
Kristen dalam lingkungan atau wilayah tertentu.
Dengan memperhatikan gambaran secara
umum, mengenai kehidupan keluarga Kristen masa kini. Maka hal ini juga yang
dirasakan oleh keluarga-keluarga yang ada di jemaat GMIM Ebenheazer Tenga. Dinamika
kehidupan jemaat GMIM Ebenheazer Tenga, terlebih khusus keluarga-keluarga yang
ada memang sudah sangat mapan dalam kehidupan ekonomi, namun mereka tidak
berhenti di situ saja, melinkan terus mencari akan nafkah agar supaya lebih
dari cukup. Pemikiran terhadap perkembangan zaman terlebih khusus pendidikan
secara formal, semakin dimengerti. Namun dalam hal ini usaha untuk memenuhi
kebutuhan anak dalam pendidikan dan pengajaran dalam keluarga semakin
berkurang. Penulis memberikan suatu perhatian yang besar terhadap kehidupan
keluarga-keluarga yang ada di jemaat GMIM Ebenheazer Tenga, dalam rangka
menjawab kebutuhan jemaat dalam memahami dan melaksanakan apa yang menjadi
pemberitaan dalam Ulangan 6:1-25 dalam rangka penerapan dalam keluarga di
jemaat GMIM Ebenheazer Tenga.
Dalam hal ini penulis menyusun
sebuah hipotesis dalam rangka penelitian yang ada di jemaat GMIM Ebenheazer
Tenga, ketika dalam keseharian penulis mengamati bahwa, pemberitaan Ulangan
6:1-25 kurang dipahami terlebih diaktualisasikan dalam keluarga jemaat yang
ada. Sehingga seringkali muncul masalah-masalah sosial di dalam kehidupan
jemaat. Oleh karena itu menjadi suatu perhatian khusus keluarga yang ada di
jemaat GMIM Ebenheazer Tenga, harus tahu betul bagaimana melaksanakan
pendidikan yang kontekstual berdasarkan Ulangan 6:1-25.
Dengan demikian yang menjadi menjadi
judul karya tulis berdasarkan Kitab Ulangan 6:1-25 adalah: “Implikasi Ulangan 6:1-25 Bagi Pendidikan
Dan Pengajaran Keluarga Kristen di Jemaat GMIM Ebenheazer Tenga”
4.
IDENTIFIKASI
MASALAH
Berdasarkan deskripsi latar belakang permasalahan
yang ditumui saat ini, maka penulis mengadakan suatu tindakan mengidentifikasi
masalah-masalah yang ditemui, dan kemudian akan diuraikan dalam point-point
sebagai berikut:
1.
Keluarga-keluarga di jemaat GMIM Ebenheazer
Tenga, kurang melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai orangtua dalam rangka
pendidikan dan pengajaran.
2.
Berita Ulangan 6:1-25 tidak dipahami
sebagaimana mestinya, sehingga tidak menjadi suatu model pendidikan dalam
keluarga yang menjawab akan tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap anak.
3.
Sebagian besar masalah sosial dalam
kehidupan jemaat, dikarenakan pendidikan dan pengajaran dalam keluarga tidak
berjalan dengan baik.
5. PEMBATASAN
OBJEK MASALAH
Dari
identifikasi masalah yang telah diuraikan pada bagian atas, yang didalamnya
terdapat tiga point, yang harus diperhatikan. Maka adapun pembatasan masalah
yang harus diperhatikan dalam rangka mencegah pembahasan yang terlalu melebar
dan tidak sesuai dengan acuan pertama adalah: munculnya masalah sosial dan
Gereja adalah pendidikan keluarga yang tidak diperhatikan bahkan tidak
dijalankan.
6. PERUMUSAN
MASALAH
Dalam
bagian ini penulis memberikan suatu rumusan masalah dalam rangka penelitian.
Adapun rumusan masalah adalah, keluarga yang menjadi pusat pendidikan dan
pengajaran pertama dan yang utama tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
Ulangan 6:1-25 sebagai suatu model pendidikan dan pengajaran keluarga yang
kontekstual tidak dipahami secara baik, sehingga salah satu penyebab munculnya
masalah sosial dan Gereja adalah pendidikan keluarga yang tidak diperhatikan,
bahkan tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu dengan mengangkat
perikop ini, apakah Ulangan 6:1-25 dalam hal ini sebagai acuan untuk mengangkat
makna tugas dan tanggung jawab orang tua, mampu diaplikasikan dalam kehidupan
jemaat GMIM Ebenhaezer Tenga.
7.
TINJAUAN
PUSTAKA
|
No
|
Nama
Pangarang
|
Judul
buku
|
Halam
|
Penerbit
|
|
1
|
Andrew E. Hill
& John H. Walton
|
Survei
Perjanjian Lama
|
hlm 225-240
|
Malang: Gandum
Mas, 2008
|
|
2
|
Andrew D.
Clarke.,Bruce W. Winter.
|
Satu Allah
Satu Tuhan.
|
hlm 40-41
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 2006
|
|
3
|
C.Groenen,
|
Pengantar Ke
dalam Perjanjian Lama
|
hlm 116-121
|
Yogyakarta:Kaninsius
1988
|
|
4
|
C. Barth
|
Theologia
Perjanjian Lama 1
|
Hlm 128
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia,
|
|
5
|
C. Barth
|
Theologia
Perjanjian Lama 2
|
Hlm 7-40
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1989
|
|
6
|
D.C. Mulder
|
Pembimbing Kedalam Perjanjian Lama
|
hlm 59-61
|
Jakarta: Balai
Pustaka Kristen,1963
|
|
7
|
Christopher
Wright
|
Hidup Sebagai
Umat Allah
|
hlm 155-159
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010
|
|
8
|
Dianner
Bergant.,Robert J. Karris.
|
Tafsir Alkitab
Perjanjian Lama
|
hlm
197-199,203-205
|
Kaninsius:
Yogyakarta, 2010
|
|
9
|
David L.
Baker.
|
Mari Mengenal
Perjanjian Lama
|
hlm 42-46
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia 1994
|
|
10
|
Etienne
Charpenter.
|
Bagaimana
Membaca Perjanjian Lama
|
Hlm. 72-73
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009
|
|
11
|
F.L. Bakker.
|
Sejarah
Kerajaan Allah,
|
hlm 672-674
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010
|
|
12
|
Iris V. Cully
|
Dinamika Pendidikan Kristen,
|
Hlm 6
|
Jakarta: BPK Gunung Mulia.1995
|
|
13
|
J.
Blommendaal.
|
Pengantar
kepada Perjanjian Lama
|
hlm 17-22;60-63
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1993
|
|
14
|
Robert B.
Coote., Marry P. Coote.
|
Kuasa Politik
dan Proses Pembuatan Alkitab.
|
hlm 75-85
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009
|
|
15
|
Gerhard von
Rad
|
Deutronomy.
|
Hlm11-15; 43-65; 127
|
SCM Press,
London 1964
|
|
16
|
Herbert Wolf.
|
Pengenalan
Pentateukh,
|
Hlm 15-100;
285-297
|
Malang: Gandum
Mas,2004
|
|
17
|
H. Fuad Ihsan.
|
Dasar-dasar
Kependidikan
|
Hlm 16-19
|
Jakarta:
Rineka Cipta,2005
|
|
18
|
I.J Cairns
|
Kitab Ulangan
Pasal 1-11.
|
Hlm 1-28;
132-140
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 2008
|
|
19
|
J. Sidlow
Baxter.
|
Menggali
Alkitab jilid 1.
|
Hlm
176-205
|
Jakarta BPK
Gunung Mulia, 1983
|
|
20
|
Karel
Sosipater
|
Etika
Perjanjian Lama
|
Hlm,170;
234-238
|
Jakarta: Suara
Harapan Bangsa, 2010
|
|
21
|
Philip
Johnston.
|
Introduction
to the Bible
|
hlm 107-114
|
Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 2011
|
|
22
|
Robert R.
Boehlke.
|
Sejarah
Perkembangan Pikiran dan Praketek Pendidikan Agama Kristen.
|
Hlm 19-22
|
Jakarta: BPK
Guning Mulia. 2009,
|
|
23
|
S. Wismoady
Wahono
|
Di Sini
Kutemukan
|
Hlm
68
|
Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2000
|
|
24
|
Singgih D.
Gunarsa.
|
Psikologi
Untuk Keluarga,
|
Hlm
1-9
|
Jakarta : BPK
Gunung Mulia, 2009
|
|
25
|
W.S.Lasor.,
D.A Hubbard.,F.W Bush.
|
Pengantar
Perjanjian Lama 1.
|
hlm 247-263
|
Jakarta BPK
Gunung Mulia, 2009
|